Feri Oky Triansah, Buka Kedai Kopi di Era Pandemi August 28, 2021 – Posted in: Coffee Shop Owner, Penggiat Kopi – Tags: Salatiga
Pagi ini cuaca cukup cerah dengan suasana sejuk, menjadi teman perjalanan kami ke Salatiga. Berlokasi di Jalan Jafar Sodhiq, Kalibening, kami berkesempatan untuk mengobrol dengan Feri Oky Triansah, selaku owner coffee shop Tepikota. Sebuah kedai kopi di pinggiran Salatiga dengan konsep manual brew.
Pria asli Sleman ini bercerita sebelum menjadi kedai kopi seperti sekarang, tempat ini merupakan semacam nursery. Didasari dari kecintaannya pada bunga dan tanaman, jadilah tempat ini. Bahkan beliau menambahkan sudah menikmati hasil yang lumayan saat awal pandemi, ketika marak orang membeli bunga dan tanaman. Tidak mengherankan juga jika kedai ini terlihat hijau, teduh dan sejuk, dengan berbagai macam tanaman di beberapa sudutnya.
Baca juga: Menyeduh Kopi Di Rumah Dikala Pandemi COVID-19
Perkenalannya dengan dunia kopi didapat ketika nongkrong dan bertukar ide dengan teman-temanya. Dia berkata, “Saya kurang begitu familiar dengan kopi mas, tetapi saya sangat suka menata dan tanaman”. Bahkan dengan jujur dia merasa masih banyak PR yang perlu ditambahkan dalam pengetahuannya soal kopi. Melalui dorongan teman itu pula akhirnya memutuskan untuk memulai menyiapkan meja bar, alat-alat seduh, dll., yang dimulai sekitar akhir tahun 2019.
Kopipedia Indonesia
Bergabunglah dengan Facebook Group kami sekarang dan dapatkan informasi terbaru tentang dunia kopi!
Tepikota mulai resmi buka pada tahun 2020, bersamaan dengan awal kasus covid di Indonesia. Kamipun bertanya, “Gimana mas perasaannya ketika buka coffee shop di era pandemi ?”. Dengan modal nekat juga banyak tantangan tentu saja menurut beliau. Mau buka/grand opening tetapi berbarengan dengan pembatasan di sana-sini waktu itu. Bahkan tidak tahu kapan akan selesai, dan akhirnya buka dengan mengikuti protokol.
Konsep bangunan coffee shop Tepikota menurut beliau, terinspirasi dari salah satu arsitek cukup ternama di Indonesia, Yu Sing. Yang mengedepankan bangunan yang murah juga ramah lingkungan. Kalau teman-teman pernah main ke Klinik Kopi, Jogja, bangunan kedai kopi di sana merupakan hasil tangan Yu Sing. Sekilas memang mirip dengan penataan di Tepikota, seperti bangunan kayunya, peletakan meja bar, juga tanaman yang mendukung keserasian di coffee shop.
Baca juga: Ngopi Di Pinggir Sawah, Kedai Kopi Tepikota Salatiga
Diceritakan nama Tepikota bermula dari nama Kebun Belakang Kota, dimana ide nama tersebut didapat dari salah satu temannya. Nama tersebut juga merupakan nama untuk media sosial nursery bunga dan tanaman yang memang sudah dikelola oleh mas Oky. Setelah itu diganti Kebun Tepikota, dan kemudian setelah berganti ke kedai kopi dipilihlah nama Tepikota Kopi.
Kami bertanya kepada beliau. “Suka dukanya apa ya mas memiliki kedai kopi dari awal pandemi sampai sekarang?“. “Sukanya banyak mas, salah satunya menambah saudara, kebetulan saya perantauan, asli dari Sleman. Pindah ke Salatiga tahun 1995, tetapi kadang masih sering bolak-balik Salatiga-Sleman.”
Baca juga: Kedai Kopi Gubuk Pentjeng, Coffee Shop Bertema Jawa Klasik
Tiap kedai kopi tentu memiliki nilai jual tersendiri, entah menunya, desain bangunannya, interiornya, dan lain sebagainya. Mas Oky berujar, “Nilai plus-nya mungkin sesuai namanya mas, jauh dari kota atau hiruk pikuk keramaian/riweuh ya mas.” Memang tepat sekali, selama perjalanan kami ke beberapa coffee shop, baru kali ini kami menemui kedai yang homey dan “hijau”. Ditambahkan beliau, meja dan properti yang digunakan pun, menggunakan kayu-kayu dari daerah sekitar.
“Menu spesial di Tepikota, selain tentu saja kopi dan kopi susu kekinian, yang membedakan mungkin Kopi Susu Sini, hampir seperti dalgona.”, begitu beliau bercerita soal menu andalan kopi. Untuk non kopi Tepikota menyediakan fermentasi dari jahe atau buah-buahan, seperti nanas, buah naga, mungkin seperti kombucha.
Ada nama teh yang unik juga dari menu di Tepikota, teh tiung namanya. Kami coba bertanya ke mas Oky. “Artinya apa ini mas teh tiung ?”. “Itu dapat dari teman yang rumahnya di Boyolali, daun dari semacam tanaman pagar yang cukup tinggi mas, karena kita ambil pucuknya, kita harus tiungkan (turunkan). Saat diseduh kemudian di-combine dengan strawberry, jadilah teh tiung.”
Kita tahu tren coffee shop sangat meningkat, banyak orang ramai-ramai membuka usaha kedai kopi. Menurut mas Oky hal ini merupakan sesuatu yang positif, karena pastinya penikmat kopi juga akan bertambah. “Dulu kan mungkin nongkrong di tenda/angkringan ya mas, sekarang mungkin nongkrongnya pindah ke kedai kopi. Selain itu juga jadi tempat bertukar customer untuk sesama pengusaha kedai kopi.”, begitu mas Oky menambahkan.
Baca juga: Hillside Cafe Lereng Kelir, Sensasi Ngopi Di Lereng Pegunungan
Hal tersebut tentu melahirkan persaingan antar kedai yang satu dengan yang lain. Bagi mas Oky hal itu malah menjadi greget/penyemangat, untuk selalu berinovasi lagi. Bagi customer dengan banyaknya kedai kopi malah menjadi poin plus, yaitu diberi banyak pilihan kedai kopi, mau pilih yang seperti apa.
Kami ajukan pertanyaan atau saran terakhir dari mas Oky jika ada teman-teman yang ingin buka usaha kedai kopi. “Yang pasti jualan kopi yang enak, kalau gak enak mending gak usah jualan. Dan yang paling penting, tetap semangat.”, begitu beliau menjawab.
Terima kasih mas Oky sudah meluangkan waktunya, untuk berbagi cerita banyak hal. Dari soal awal berdirinya Tepikota dan juga sharing kecil beberapa hal, semoga selalu sehat dan sukses selalu untuk keluarga dan Tepikota Kopi.
Salam rahayu.
Baca juga: On The Rocks Coffee, Tempat Ngopi Paling Cozy di Salatiga
Bergabung dan ikutilah perjalanan kami selanjutnya!