Majid Nur Fatihin Coffee Shop Manager Lodji Londo January 29, 2022 – Posted in: Coffee Shop Owner, Penggiat Kopi – Tags: Semarang
Pagi ini cuaca cukup cerah dengan suasana sejuk, menjadi teman perjalanan kami ke daerah Bergas, Kabupaten Semarang. Berlokasi di daerah Bergas, Kabupaten Semarang, tepatnya di Jl. Kaprawiran No. 98, Sidorejo. Kami berkesempatan untuk ngobrol dengan penanggung jawab (coffee shop manager) Lodji Londo, Majid Nur Fatihin.
Ditemani seduhan v60 single origin Gayo Pantan Musara yang diseduh oleh mas Majid, begitu beliau biasa disapa, kami memulai obrolan. “Mas Majid, Lodji Londo ya nama coffee shop ini, kenapa sih mas dinamai Lodji Londo “?. “Awal dinamai Lodji Londo karena dari dulu bangunan rumahnya, kalau orang-orang menyebutnya kastil mungkin ya. Lodji sendiri berarti bangunan benteng jaman kolonial Belanda”.
Dari apa yang kami lihat memang benar, bangunan utama coffee shop ini berbentuk layaknya kastil, semacam benteng di era kolonial Belanda. Selain itu menurut mas Majid, beberapa teman dari pemilik Lodji Londo, yaitu Pak Gun, juga sering menyebut tempat ini Lodji. Oleh karena itu mulai dipakailah penyebutan Lodji Londo untuk coffee shop ini.
Dari yang kami dapat dari mas Majid, tempat ini mulai dibangun dengan bentuk bangunan seperti ini (Lodji) pada tahun 2014. Mulai dari ide, bentuk bangunan, semuanya dari Pak Gun selaku pemilik tempat ini. Yang menarik, pada awalnya tempat ini “hanya” dijadikan rumah atau tempat tinggal.
Ide untuk menjadikan coffee shop seperti sekarang berawal dari pertemuan mas Majid dan Pak Gun. Awal mula pertemuan Mas Majid dan Pak Gun cukup menarik. Mas Majid yang mempunyai hobby fotography dan video sedang mengikuti semacam event, dan menggunakan Lodji sebagai tempat pengambilan gambar. Itulah pertama kali mas Majid bertemu Pak Gun.
Kopipedia Indonesia
Bergabunglah dengan Facebook Group kami sekarang dan dapatkan informasi terbaru tentang dunia kopi!
Pada pertemuan berikutnya mas Majid mencoba presentasi kopi ke Pak Gun. Kebetulan juga mas Majid suka “ngulik” latte art, “Padahal aku gak suka kopi, dan belum pernah main ke coffee shop”, begitu mas Majid menambahkan. Mas Majid bercerita kalau belajar latte art secara otodidak dan lihat di YouTube, dibuat secara manual, frothing krimer kental manis menggunakan french press.
Baca juga : Ini Yang Harus Di Perhatikan Saat Membuat Kopi Latte
Pak Gun yang tertarik dengan presentasi dari mas Majid, ditambah dengan sudah adanya bangunan yang mendukung, bahkan memang sudah didesain ada mini bar. Serta halaman yang luas, mulai berdirilah Lodji Londo ini pada Mei 2018.
Tidak mengenal kopi sama sekali bahkan tidak doyan pada awalnya, kemudian terjun di industri kopi tentu ada tantangan tersendiri. “Makin ke sini kudu belajar, paling nggak ikut kelas/workshop soal kopi”, begitu mas Majid menambahkan. Banyak workshop yang beliau ikuti di kota sekitar, seperti Semarang, dan yang terakhir ikut kelas sensory di Boncafe Yogyakarta.
Di awal menurut mas Majid, Lodji Londo bermodal hanya alat seduh manual, seperti dripper v60, french press dan untuk espresso masih menggunakan staresso. Ada cerita lucu sewaktu beli alat-alat tersebut, karena memang kurangnya pengetahuan, mas Majid inginnya memakai grinder manual (hand grinder). “Kalau pakai grinder manual, ada orderan 5 cangkir sudah pegel kamu”, begitu mas Majid menceritakan apa yang dikatakan penjual alat kopi tersebut.
Seiring berjalannya waktu, bisa upgrade espresso maker meski masih manual, yaitu memakai rok presso. Kemudian setelah 2 tahun bisa memakai mesin espresso, meski kecil. Dengan semakin ramainya pengunjung dan mesin kecil yang tidak lagi memadai, akhirnya pada tahun 2021 bisa memakai mesin espresso yang dipakai sekarang.
Single origin Gayo Pantan Musara yang diseduh untuk kami ternyata juga hasil roasting sendiri. “Berarti kenal petani atau penyedia green beans ya mas ?”. “Kalau Gayo dari processor, sementara untuk daerah sekitar langsung dari petani”, mas Majid menambahkan.
Baca juga : Khamidin, Petani Kopi Millenial Lereng Kelir Dusun Gertas
Mulai pertengahan 2021 Lodji Londo juga sudah memiliki mesin roasting sendiri. Kamipun bertanya, “Sudah punya house blend berarti mas ?”. “Ada mas, tetapi juga masih ngulik, karena mungkin tiap 2 minggu ganti, meski begitu tapi nggak jauh beda rasanya”, begitu mas Majid menjawab.
Jika kalian perhatikan di kaca bangunan utama Lodji londo ada gambar siluet orang tua. Itu adalah gambar siluet Pak Gun selaku pemilik tempat ini, yang akhirnya menjadi logo/branding dari Lodji Londo. “Di awal diskusi memilih logo sempat kepikiran gambar kastil, kemudian Pak Gun mempunyai ide untuk memakai wajahnya dan itulah yang dipakai.”
Konsep Lodji Londo untuk saat ini menurut mas Majid terbagi menjadi 2 berdasar hari, pada hari Senin-Jumat dan Sabtu-Minggu. Dimana hari Senin-Jumat specialty coffee shop, sementara Sabtu-Minggu jadi seperti bistro/resto, tapi kopinya tetap specialty. Tidak dipungkiri karena customer weekend dari luar kota dan keluarga. Dimana tentu mereka menganggapnya resto, dan lebih banyak memilih makanan daripada menikmati kopinya.
Kami kemudian bertanya, “Menu andalan di Lodji Londo apa ya mas, untuk kopi ?”. “Kami punya menu andalan banyak, tetapi kebanyakan customer sendiri memilih kopi susu, kami juga membuat coffee mocktail.” Yang menarik selain sirup yang sudah jadi, di sini juga membuat sendiri sirup dari herbs (rempah-rempah) untuk campuran kopi susu.
Baca juga : Membuat Signature Coffee Mocktail Es Kopi Kayu Manis
Dari akhir 2020 sampai hampir sepanjang 2021, pandemi Covid-19 tentu juga berdampak ke Lodji Londo. Yang menarik, setelah pandemi coffee shop ini malah lebih ramai. Menurutnya ketika di awal ada pembatasan-pembatasan yang membuat omzet turun banyak, karena memang tidak boleh buka. Baru setelah lebaran dimana sebagian orang sudah divaksinasi juga pembatasan yang tidak begitu ketat, Lodji Londo semakin ramai.
Bergelut di Lodji Londo selama hampir 4 tahun tentu banyak pengalaman tersendiri bagi mas Majid. “Suka dukanya apa nih mas, dari awal buka sampai saat ini ?”. “Karena memang mulai dari nol, trial menu juga sendiri”, begitu ujarnya.
Ada cerita unik waktu trial membuat minuman lemon, kebetulan ada pak Gun dan Ibuk, yang seharusnya memakai gula salah ambil garam. Dari awal mas Majid benar-benar memulai sendiri, jadi dari bar, memasak dan melayani customer beliau rangkap. Dan itu berjalan selama setahun lebih.
Karena di awal memakai alat manual tentu penyajiannya juga memakan waktu. Mas majid bercerita, “Pernah mas waktu itu ada 5 orang, semuanya memesan cappuccino. Waktu itu saya masih memakai staresso, ya jadi harus satu-satu bikinnya. Frothing-nya juga masih memakai steamer yang memakai pemanas kompor.”Saat ini mas Majid sudah mulai sedikit menuai buahnya, dari awal yang apa-apa harus dikerjakan sendiri. Sekarang sudah ada beberapa orang yang menemani. “Dari 2020, mulai hire kitchen 3 orang dan di bar 4 orang. Seiring waktu dan juga flow-nya udah tertata, customer yang datang juga lumayan. Saat ini di Lodji Londo yang membantu di kitchen ada 7 orang dan di bar ada 6 orang.”, begitu ujarnya.
Kami coba bertanya bagaimana pendapatnya soal perkembangan industri kopi di Indonesia yang luar biasa ini. “Menghadapi menjamurnya coffee shop sekarang ini seneng saya mas. Paling tidak menciptakan budaya ngopi ke masyarakat dan edukasi kopi yang benar.”, begitu jawabnya.
Ada kata-kata menarik dari mas Majid yang cukup menarik bagi kalian yang mungkin ingin ikut terjun ke industri kopi, terutama coffee shop. “Jika tidak bisa jadi yang pertama, jadilah yang berbeda”, begitu ujarnya. Paling tidak kedai yang mau dibuat lain daripada yang sudah ada, dengan kata lain konsepnya harus kuat.
Terima kasih mas Majid yang sudah meluangkan waktunya, salam juga buat pak Gun dan teman-teman di Lodji Londo. Semoga selalu sehat dan sukses selalu untuk keluarga besar Lodji Londo. Salam rahayu.
Bergabung dan ikutilah perjalanan kami selanjutnya!