Sumber Cuan Sebagai Barista Bersama Yupaay.

Profesi barista bukanlah hal yang “tabu” bagi generasi sekarang, tetapi absurd untuk mereka yang berumur 35 ke atas. Dengan perkembangan zaman yang begitu pesat, membuat peluang mencari uang semakin banyak dan menciptakan berbagai profesi baru bermunculan.

Kali ini saya berkunjung kembali ke D’Saben Ambarawa, dimana itu adalah coffee shop terbaik di kota Palagan. Selain kopinya yang enak, mereka juga menyuguhkan pemandangan alam yang indah. Sedikit terlalu “gasik”, saya tiba di lokasi jam 9.30, sedangkan D’Saben sendiri buka jam sepuluh pagi.

Baca juga : D’Saben Ambarawa, Ngopi Enak dengan Pemandangan Indah

Ketika saya tiba di lokasi, para “crew” dari kedai kopi tersebut sedang prepare untuk buka. Kemudian saya disambut ramah dan dipersilahkan duduk untuk menunggu sebentar. Saya sangat salut dengan pelayanan mereka, meskipun belum buka, tetapi mereka tetap ramah kepada konsumen yang datang kepagian seperti saya.

Aktivitas “opening” sebuah kedai kopi merupakan pemandangan yang seru. Setelah persiapan selesai, kemudian seorang barista menuju area bar untuk melakukan kalibrasi espresso. Hal tersebut juga dilakukan oleh coffee shop profesional lainnya untuk menjaga kualitas kopi sebelum disajikan ke konsumen.

Baca juga : Mengenal Kalibrasi Espresso Untuk Barista Pemula

Yupaay sedang kalibrasi

Setelah semuanya siap, kemudian mereka menghampiri saya dan bertanya dengan ramah. “Mau pesan apa mas ? kita sudah ready”. “Hot Latte mas”, jawab saya. Kemudian sang barista mulai meracik minuman tersebut. Saya pindah duduk di teras kedai, karena itu adalah spot terbaik disini ketika pagi dan sore hari. 

Duduk di kursi kayu dengan pemandangan hamparan sawah, serta baground gunung nan gagah adalah suasana yang saya kangenin dari D’Saben Ambarawa. Tidak berselang lama, kemudian sang barista tadi datang sambil membawa secangkir hot latte pesanan saya. “Silahkan kopinya mas, sendirian saja?”, tanya dia. “Makasih mas, iya nih sendirian, sini hlo duduk ngopi bareng”, jawab saya. “Ok mas, tak bikin kopi dulu, biar sama, hehe”, jawab dia lagi.

Baca juga : Beberapa Hal yang Harus Diperhatikan Saat Membuat Hot Latte

Kemudian dia kembali lagi dan kami berdua ngobrol seru ditemani kopi yang enak. Ternyata dia adalah head bar disini, pantesan racikan kopinya enak sekali. Yupaay panggilannya, dan dia sudah terjun di industri kopi sejak akhir 2018. 

Dia bercerita banyak mengenai suka duka terjun di bidang kopi, terutama menjadi seorang barista. Karirnya berawal dari barista junior di sebuah coffee shop ternama di Semarang dan sekarang menjadi head bar di D’Saben Ambarawa. Setiap fasenya memiliki tantangan tersendiri dan dia menikmatinya. 

Mengontrol SDM, seperti barista dan kitchen adalah tantangan saat ini yang sedang dihadapi oleh pemilik nama asli Yopi Tegar Abadi ini. Semakin tinggi levelnya menjadikan tanggung jawabnya juga semakin besar Hal tersebut tidak hanya untuk barista, tetapi semua profesi juga seperti itu. 

Baca juga : Membahas Profesi Barista Bersama Inggrit Candra

Belajar dan sharing kepada sesepuh yang lebih berpengalaman adalah jalan ninja yang ia lakukan untuk memecahkan masalah ini. Saya sangat setuju, karena belajar dari mereka yang sudah berpengalaman adalah salah satu pilihan yang tepat. Kemudian saya bertanya. “Mas, selain dari gaji di tempat kerja, sebagai profesi barista bisa dapat uang dari mana lagi?,

Riset and Develop Menu

Sambil menghisap rokoknya, ia mulai bercerita. Sebagai seorang barista sebenarnya banyak sekali peluang untuk mencari uang, dimana salah satunya adalah riset and develop menu di beberapa coffee shop. 

Dia pernah melakukan hal tersebut. Selain mendapatkan uang, tetapi juga menambah portofolio dan menguatkan “branding personal” sebagai seorang barista. Tidak bisa dipungkiri jika nama baik sangat diperlukan dalam profesi ini.

Buka Kedai Kopi

Kemudian Yupaay bercerita bahwa memiliki kedai kopi adalah salah satu cita-citanya. Kali ini ia sedang persiapan untuk mewujudkannya dengan konsep “koling”. Mungkin dalam waktu beberapa bulan kedepan sudah mulai beroperasi.

Memiliki kedai kopi sendiri dan bekerja di coffee shop bukanlah sebuah kesalahan, selama mampu membagi waktu dan tetap profesional. Kerja di coffee shop dan di kemudian hari bisa membuka sendiri dan sukses adalah hal yang tidak mustahil, karena sudah banyak sekali contohnya. Tetapi jika kerja di bank, dan kemudian ingin membuka bank sendiri mungkin agak susah. Hehehe.

Baca juga : Tips Cuan Buka Coffee Shop tahun 2024

Punya Brand Roast Bean Sendiri

Yupaay juga bercita-cita ingin mempunya produk roast bean sendiri. Mungkin diisini nantinya akan menjadi salah satu jalur idealisnya. Dia ingin menjual kopi dengan karakter yang disukainya.

Saya sangat setuju dengan poin ini. Kopi tidak pernah salah dan akan menemukan penikmatnya sendiri. Salah satu faktanya adalah betapa dihinanya kopi robusta kala itu, tetapi sekarang kopi tersebut terus banyak penikmatnya dan harganya juga ikut melambung.

Baca juga : Lebih Dekat Dengan Kopi Robusta, Kopi Yang Terus Naik Harganya

Sukses selalu Yopi Tegar Abadi aka Yupaay. Sampai jumpa di artikel selanjutnya. Salam rahayu.

Continue Reading

Keseruan Profesi Seorang Barista Bersama Natasha Rebecca

Kali ini saya berkesempatan untuk berkunjung kembali ke Sunkop Ambarawa, dimana mereka merupakan salah satu coffee shop yang sedang naik daun di kota palagan ini. Beberapa sumber terpercaya mengatakan bahwa Sunkop Ambarawa adalah coffee shop yang berani dan mampu mengenalkan dan mengedukasi ke masyarakat sekitar mengenai tren terbaru seputar dunia perkopian.

Baca Juga : Review singkat Sunkop Kopi Ambarawa

Sekilas tidak ada yang berbeda dari sunkop kopi ketika saya memarkirkan kendaraan tepat di depan coffee shop ini. Bangunan dua lantai dengan ruangan indoor yang didominasi beberapa kaca yang besar masih sama dengan beberapa waktu yang lalu, begitu pula area lantai dua nya.

Tanpa berlama-lama saya langsung masuk melewati pintu kaca besar. Suasana di dalam sini juga tidak jauh berbeda. Secara umum penataan ruangan ini masih sama, tetapi ada beberapa detail kecil yang sudah berubah dan itu semakin membuat nyaman ketika berada disini.

Indoor Sunkop Ambarawa
Indoor Sunkop Ambarawa

Sesampainya di meja bar saya langsung disambut dengan ramah oleh sang barista dan ternyata dia adalah head bar disini. Kali ini saya sungguh beruntung, karena tujuan saya datang kesini adalah ingin bertemu dengan head bar dari sunkop kopi, karena dia merupakan salah satu aktor dari berkembangnya industri kopi di Ambarawa.

Natasha Rebecca namanya. Saya dibuat kagum dengan keramahan dan kecakapannya dalam berkomunikasi dengan konsumen. Setelah mendapatkan penjelasan yang simpel tetapi mudah dimengerti, maka saya memutuskan untuk memesan mocktail dengan nama “Voldemort”.

Sunkop kopi merupakan salah satu coffee shop yang berani menyediakan kursi di depan meja bar. Menurutku itu sebuah nilai plus jika bisa memanfaatkan dengan benar, akan tetapi akan menjadi blunder yang sangat fatal jika tidak dipersiapkan dengan baik. Kebanyakan konsumen yg duduk di depan meja bar pasti akan lebih banyak berkomunikasi dengan barista, jadi pemilihan barista yang tepat sangatlah penting dilakukan oleh pengelola kedai kopi.

“Boleh duduk disini sambil ngobrol ?”, tanyaku. Dengan sangat ramah Natasha menjawab “Silahkan, dengan senang hati”. “Ceritain dong kok bisa jadi barista ?” tanyaku kembali. Sambil tersenyum ramah dia mulai bercerita.

Sudah satu setengah tahun ini Natasha yang merupakan mahasiswa Destinasi Pariwisata Universitas Kristen Satya Wacana ini bergelut di bidang seduh-menyeduh kopi dan tentu saja sudah melewati banyak proses yang seru. Untuk pertama kali dia langsung pegang mesin espresso, kemudian baru pegang manual brew seperti V60.

Dia mengungkapkan bahwa dua aliran seduh tersebut memiliki tantangan dan keunikannya masing-masing. Ketika membuat espresso dituntut untuk menghasilkan kopi yang sempurna, yaitu tidak under maupun over ekstraksi. Kemudian dalam menyeduh manual brew dibutuhkan logika dan fokus tinggi supaya rasa biji kopi tersebut bisa keluar.

Baca juga : Perbedaan espresso based dengan manual brew

Natasha Rebecca Head Bar Sunkop Ambarawa
Natasha Rebecca Head Bar Sunkop Ambarawa

Sambil melihat natasha menyeduh minuman, saya lanjut bertanya. “Apa sih serunya menjadi barista ?” “Banyak sekali”, dia menjawab dengan bangga. Untuknya, menjadi barista sangat seru, karena banyak sekali yang bisa di ulik dan ternyata hal tersebut sejalan dengan karakternya yang penasaran.

Menurutnya, menjadi barista terutama dalam membuat minuman mixology terasa seperti seniman. Maksudnya barista bisa berkarya dan bercerita melalui kanvas yang berupa minuman. Ketikan karya minuman tersebut bisa diterima dengan puas oleh konsumen, maka hal tersebut menjadi kepuasan tersendiri.

Komunikasi serta pembawaan yang nyaman ke konsumen sepertiku, membuat saya yakin dia merupakan barista profesional yang patut menjadi contoh. “Selamat lho sudah bisa tembus perempat final Barista Innovation Challenge”, ujarku. Sambil tersipu malu dia menjawab “terima kasih, ini juga berkat tim ku dan support orang-orang terdekat”.

Sebelum mengikuti event sebesar itu tentu saja bukan sesuatu yang instan, karena sebelumnya dia juga sudah beberapa kali mengikuti event dengan skala yang lebih kecil yang membuat persiapan lebih matang dan jam terbangnya makin tinggi. Untuk kedepannya dia masih ingin mengikuti event-event yang lainnya dengan tujuan untuk melihat seberapa jauh kompetensinya.

“Sekarang giliran voldemort mu yang tak bikin mas, sorry ya tadi orderan rame”, kata si Natasha. “Ok siap”, jawabku. “Es kopi susu dan sekarang mocktail, terus menurutmu trend kedepan seperti apa ya ?”, tanyaku.

Sambil meracik “voldemort”, natasha bercerita. Menurutnya mungkin trend industri kopi akan sama dengan trend di industri lainnya, yaitu mengenai sustainability. Seperti yang sudah dia dan sunkop lakukan, yaitu dengan memanfaatkan ampas kopi seduhan espresso menjadi cookies. Kemudian dalam membuat pastry dan cake, dimana putih telurnya tidak dipakai dan bisa dimanfaatkan untuk layer minuman. 

Natasha Rebecca in action
Natasha Rebecca in action

Akhirnya “voldemort” saya sudah jadi. Menu ini salah satu varian mocktail yang tersedia dan patut dicoba ketika kalian mengunjungi Sunkop kopi Ambarawa. Biasanya setiap kedai kopi akan memanfaatkan beberapa bahan baku yang banyak disekitarnya ke dalam racikan minumannya, sehingga setiap coffee shop memiliki menu mocktail masing-masing dan tidak ada di tempat lain.

Baca juga : Mengenal Kopi Mocktail, Tren Minuman Kopi ala Cocktail

Voldemort” racikan natasha yang disajikan kepada saya merupakan campuran kopi kintamani dengan beberapa rempah – rempah, kemudian kombinasi sirup elder dengan gentian root mendapatkan rasa bitter sweat yang seimbang. Aroma orange dan flower akan terasa ketika dihirup. Sungguh kepuasan tersendiri menikmati minuman yang satu ini.

“Voldemort racikan” Natasha Rebecca
“Voldemort racikan” Natasha Rebecca

Terima kasih sekali untuk Natasha Rebecca yang sudah berbagi pengalaman, sukses selalu dan ditunggu karya-karya minuman lainnya. Untuk kalian yang sedang di Ambarawa maupun sedang melintas, wajib untuk mampir ke Sunkop untuk menikmati pengalaman yang seru. Sampai jumpa di artikel selanjutnya. Salam rahayu.

Continue Reading

Membahas Profesi Barista Bersama Inggrit Candra

Kali ini saya akan bertemu dengan salah satu barista yang sedang naik daun dan patut diperhitungkan, karena dia merupakan salah satu orang yang mahir dalam meracik kopi dan sangat berkontribusi dalam perkembangan industri kopi di Magelang dan sekitarnya. Inggrit Candra namanya, kami berdua sudah janjian untuk bertemu di Cupfine Coffee Magelang.

Jam sebelas siang saya tiba di cupfine coffee, dimana kedai kopi ini pernah saya kunjungi dan merupakan coffee shop dengan kualitas produk terbaik di kota Magelang. Tanpa berlama – lama saya langsung naik ke atas menuju meja bar untuk memesan secangkir kopi.

Baca Juga: Review Cupfine Coffee Magelang

Sesampainya di meja bar saya langsung disambut ramah oleh barista disini, dimana hal tersebut  tidak bisa saya dapatkan di beberapa coffee shop lainnya. Langsung saja saya memesan secangkir hot latte dan menanyakan ke sang barista, “Apakah mas Inggrit Candra sudah disini ?” dan kemudian langsung dijawab “sudah mas, orangnya lagi di kamar kecil”.

Tidak berselang lama kemudian seseorang dengan penampilan rapi masuk ke ruangan bar. “Hla ini mas Candra,” ucap sang barista. Mas – mas berpenampilan rapi tersebut langsung menjabat tanganku dan dengan sangat ramah memperkenalkan diri ke saya.

Kita ngobrol disana aja yuk mas, sambil ngrokok santai, ajak mas candra. OK siap mas, saut saya.

Inggrit Candra (barista)
Inggrit Candra (barista)

“Mas ceritain dong perjalanan karir mu sampai bisa menjadi barista profesional seperti sekarang”, tanya saya. Sambil membakar sebatang rokok, beliau mulai bercerita. Saya itu asli Tenggarong, Kalimantan Timur. Kemudian SD sampai SMA di Magelang.

Lulus SMA saya langsung merantau di Jakarta dan terjun ke industri film. Waktu itu saya bergabung dengan saudara saya yang bernama Iqbal Rais dan sayangnya beliau meninggalkan kita lebih dulu, sehingga kita tidak bisa melihat lagi karya – karya besarnya. Iqbal Rais merupakan sutradara muda dengan karya – karya yang sangat memukau, seperti The Tarik Jabrix, Si Jago Merah, dan saya ikut langsung di salah satu projeknya dengan karya Ku Pinang Kau Dengan Bismilah.

Setelah itu lanjut merantau lagi ke beberapa kota besar, seperti Surabaya, Gresik, sempat balik lagi ke Kalimantan, dan akhirnya balik lagi ke kota Magelang. Banyak sekali pengalaman ketika merantau, seperti menjadi fotografer dan videografer, terjun di bidang properti, kemudian menjadi mitra kerja dari BPN (Badan Pertanahan Nasional) dengan kesibukan blusukan ke daerah – daerah terpencil untuk melakukan pengukuran tanah.

Tiba – tiba sang barista dari cupfine coffee datang sambil membawakan pesanan saya, “silahkan mas, ini hot lattenya, selamat menikmati”, ucap sang barista. Ok makasi mas, saut saya. Kemudian saya bertanya ke mas Candra, “Kalau mengenal dunia kopi sendiri sejak kapan mas?”, tanya ku.

Kemudian beliau lanjut bercerita. Dari SMA saya sudah mengenal kopi dan puncaknya ketika saya bekerja, dimana kopi menjadi minuman favorit untuk menunjang pekerjaan. Pada suatu hari saya mendapat telepon dari teman di Yogyakarta untuk membantu mengelola coffee shop nya. Saat itu saya belum jadi barista, sehingga membantu mengelola SDM serta sistem operasionalnya supaya bisnis berjalan dengan lancar.

Dari situlah saya mulai lebih dalam mengenal kopi, karena untuk menjalankan sebuah bisnis harus mengetahui semua informasi mengenai bisnis tersebut. Kendala di Yogyakarta saat itu adalah profesi barista kurang dihargai dan baristanya sendiri pun tidak tahu apa yang dia kerjakan. Jadi salah satu alasan saya menjadi barista adalah ingin mengangkat derajat profesi barista.

Setelah saya rasa coffee shop milik teman sudah berjalan dengan lancar, maka saya putuskan untuk berhenti. Tidak berselang lama setelah berhenti, kemudian saya mendapat telepon dari temannya saudara untuk membuatkan sebuah coffee shop di Ungaran dan masih buka sampai sekarang dengan nama “he’e kopi”.

Di Ungaran saya hanya membantu untuk develop awal saja, seperti model bangunan, konsep bar, workflow, dan untuk menu membeli dari orang lain, karena waktu itu masih dalam proses belajar.

Seketika mas Candra menyeletuk, “omong – omong kopimu sudah habis hlo mas, gimana rasanya?” Enak banget mas, ngopi enak sambil mendapat cerita inspirasi itu sesuatu banget mas, saut saya. Hahaha,, balas mas Candra. “Siang – siang gini tak buatin mocktail mau ya mas?”, tanya mas Candra. Ok to ya mas, balas saya mantap tanpa ragu sedikitpun.

Inggrit Candra membuat mocktail
Inggrit Candra membuat mocktail

“Ini mas diminum”, ucap mas Candra sambil menyodorkan secangkir minuman mocktail. “Makasi mas”, ucap ku dan langsung aku minum. “Waaahh, hla kok enak mas?” Teriak saya. “Hehehe, makasi mas, yok lanjut ngobrol”, saut mas Candra.

Kemudian kami berdua mulai membakar batang rokok yang kesekian kalinya, sungguh ngobrol dengan beliau sangat asyik dan tidak pelit ilmu. “Oh iya mas, kalau untuk jadi head bar di cupfine coffee sendiri gimana ceritanya?”.

Mas candra mulai bercerita, jadi pada suatu hari saya berkomunikasi dengan salah satu sahabat terbaikku ketika SMP yang bernama William Pramomo untuk nongkrong, karena sudah lama sekali kami tidak bertemu. Kami berdua memutuskan untuk bertemu di kedai Coffeetography, tetapi baru saja duduk dan belum ada sepuluh menit, temanku mendapat telepon dan langsung berpamitan pulang.

Besoknya lagi william menelpon ku untuk bertemu. Akhirnya kita bisa bertemu dan saling bertukar cerita, memang kami berdua sudah sibuk dengan bisnis nya masing – masing. “Kemarin aku ditelpon orang tuaku untuk ngurusin ruko yang akan dibuat coffee shop”, ungkap William ke mas Candra.

Beberapa menit kemudian William mulai teringat jika mas Candra memiliki pengalaman di dunia perkopian, terutama coffee shop dan langsung ngomong ke mas Candra “Bantuin yuk”.

Kemudian mas Candra mengiyakan tawaran sahabat lamanya tersebut, tetapi dengan satu syarat yaitu tidak usah dibayar, karena belajar dari pengalaman mas Candra tidak ingin kehilangan teman lagi karena uang. “Berapapun uang yang kamu kasih bakal tak tolak, tetapi bakal tak bantu seratus persen membangunkan coffee shop mu sampai selesai”, ucap mas Candra ke mas William. Seketika William marah sejadi – jadinya ke aku, kata mas Candra sambil ketawa kecil.

Akhirnya orang tua mas William turun tangan langsung dan bilang ke mas Candra “tolong dibantu ya”. Oke bakal aku bantu, tetapi jika ada uangnya, maka jadikan aku pegawaimu, jadikan aku barista, jangan manajer, atau yang lain – lainnya, ungkap mas Candra. William masih saja ngotot, ilmu kamu itu banyak, kamu gak usah nge bar lagi, kamu cukup dibalik layar saja, “Nggak, aku ingin nge bar”, ungkap mas Candra.

Setelah setuju, akhirnya mas candra dan mas william mulai mempersiapkan konsep yang matang untuk coffee shop ini. Mulai dari model bangunan, interior, menu, dan tim yang tepat. Maka lahirlah cupfine coffee, sebuah coffee shop dengan konsep industrial pertama di Magelang dan masih terus berkembang sampai sekarang.

Baca juga: Ruwat Coffee, Coffee Shop Industrial di Boyolali

Konsep yang sangat terasa adalah meja bar yang sangat friendly, maksudnya kita mengetahui apa yang dipesan konsumen dan konsumen tahu apa yang kita buat. Suatu konsep yang baru di suatu daerah pastinya mendapatkan pro dan kontra, begitu pula dengan konsep yang mas Candra tawarkan. Ada beberapa konsumen yang berkomentar kopi kok mahal? kopi kok detail banget?

Sebenarnya mas Candra ingin mengenalkan budaya baru bahwa kopi itu tidak melulu pahit dan manis, tetapi setiap kopi memiliki rasa masing – masing. Mas Candra memberikan contoh meskipun memiliki perbedaan yang nyata, tetapi kopi manual brew dan espresso based bisa dideskripsikan dan dirasakan.

Baca juga: Perbedaan Manual Brew dengan Espresso Based

“Mas yang tadi tentang keinginan mengangkat derajat profesi barista itu gimana ?”, tanya saya. Sambil menyeruput mocktail, mas Candra mulai bercerita. Sebenarnya profesi barista itu layak disandingkan dengan profesi karyawan formal lainnya. Tidak bisa dipungkiri profesi barista memang masih awam untuk masyarakat kita, tetapi mirisnya adalah para pelaku bisnis di industri kopi sendiri yang melabeli profesi barista itu tidak berharga.

Sebagai contoh nih, kita tau bukan jika karyawan bank, BPR, dan koperasi itu sama ? yang membedakan hanya jangkauan pasar, strata, grade, resiko, tetapi secara sistem, SOP dan workflow nya sama. Harusnya warung kopi juga begitu, entah itu mulai dari kedai rumahan sampai coffee shop yang proper itu sama, tetapi kenyataannya banyak sekali para pemilik bisnis kedai kopi dengan mudahnya melabeli “barista” tanpa mengetahui apa itu barista.

Terutama untuk pemilik kedai kopi yang cuman mengikuti tren dan fokus mencari untung, terkadang mereka mencari orang yang penting bisa bikin kopi kemudian dengan gampangnya mereka sebut itu barista, bukannya itu membunuh industri kopi itu sendiri ? Saya setuju banget dengan argumen mas Inggrit Candra yang satu ini.

Selanjutnya untuk para barista itu tersendiri masih banyak yang kurang percaya diri dengan profesi barista, ungkap mas Candra. Sebagai contoh mas Candra sering menjumpai barista di tempat yang proper dengan konsultan yang mahir, tetapi jika ditanya selalu jawabnya “cuman nggawe wedhang, cuman asah – asah”. Jika barista sendiri tidak berani mengangkat profesi barista, terus mau sampai kapan profesi barista bisa dihargai?

Kemudian masih banyak kita jumpai barista yang memiliki sedikit wawasan mengenai profesi barista itu sendiri, seperti pengetahuan tentang bahan baku, kualitas, higinis, dan hospitality. Mas Candra lanjut bercerita, saya sampai detik ini bukanlah hal yang instan, semua butuh proses. Saya dulu juga ambil kelas kopi dari intermediate sampai manajemen coffee shop untuk menambah ilmu serta wawasan yang lebih luas mengenai barista.

Baca juga: Profesi Barista Menghidupi Kah? Bersama Andre Rivaldo

Barista itu adalah profesi yang layak, bukan profesi yang rendahan. Menjadi barista itu komplek. Barista dituntut tampil maksimal, karena melayani tamu dan bertemu banyak orang. Saat ini banyak owner coffee shop membayar murah gaji barista, bahkan dibawah UMR, tetapi menuntut barista selalu berpakaian yang bagus, sepatu yang bagus, mood yang bagus, bau badan yang wangi, rambut yang rapi dan pakai pomade. Situ sehat ? Saya tertawa lepas mendengar itu dan sangat setuju sekali dengan ini.

Ngobrol bareng Inggrit Candra merupakan salah satu pengalaman yang seru, karena banyak sekali yang yang bisa aku pelajari. Terima kasih mas Inggrit Candra, sukses selalu. Sampai jumpa di artikel selanjutnya. Salam rahayu.

Continue Reading

Kisah Eko Purnomo Owner dari Novikovi Magelang

Cuaca cerah dan sejuk siang ini menemani perjalanan saya menuju ke daerah Mungkid, Kabupaten Magelang. Kali ini saya berkesempatan untuk menemui seseorang yang spesial untuk mendapatkan ilmu baru mengenai seputar dunia kopi. Eko Purnomo adalah orang spesial tersebut, beliau merupakan pemilik dari coffee shop Novikovi yang tahun lalu kami kunjungi.

Baca Juga : Riview Singkat Coffee Shop Novikovi Mungkid, Magelang

Tepat pukul satu siang saya sampai di lokasi. Bagian depan kedai kopi ini tidak terlihat perbedaan yang signifikan, dimana masih menjadi tempat parkir untuk beberapa sepeda motor dan beberapa mobil terparkir di bahu jalan raya.

Setelah memarkirkan kendaraan, kemudian saya bergegas untuk masuk. Perubahan tata letak meja bar serta penambahan beberapa meja kursi baru menyambut kedatangan saya di Novikovi. Saya sungguh salut dengan perubahan yang dilakukan oleh mas Eko Purnomo sang pemilik kedai kopi ini yang membuat saya semakin tidak sabar untuk menemuinya di belakang.

Indoor Novikovi
Indoor Novikovi

Tanpa berlama – lama saya langsung memesan secangkir hot latte di meja bar dan lanjut menuju ke area belakang. Sesampainya di belakang, saya disambut hangat oleh mas Eko Purnomo sang pemilik coffee shop ini. Kemudian kami berdua duduk di kursi tribun sisi pojok.

Saling menanyakan kabar menjadi obrolan pembuka kami berdua, karena memang kita sudah lama sekali tidak berjumpa. “Mas tempatmu tambah bagus dan konsumen semakin ramai nih”, saya menyeletuk. “Alhamdulillah mas, semua butuh proses”, saut mas Eko.

“Mas, ceritain dong awal mula perjalanan Novikovi sampai bisa terus berkembang sampai sekarang”, tanya saya. Sambil membakar rokok Djarum Super andalannya, mas Eko mulai bercerita.

Dahulu mas Eko Purnomo sempat bekerja di Qatar, dimana beliau membawa serta anak dan istrinya kesana. Wisata kuliner merupakan hobi dari mas Eko dan istrinya ketika berada disana, sampai suatu ketika dia bilang sama istrinya bahwa aku akan berhenti bekerja dan ingin membuka usaha food and beverages di Indonesia.

Ketika wisata kuliner pada tahun 2017, beliau mencicipi secangkir kopi speciality dari Yirgacheffe, Ethiopia dan langsung jatuh hati. Dari situlah beliau mulai bisa menikmati kopi yang benar – benar kopi. Ketertarikannya dengan kopi tidak bisa dibendung, beliau mulai membeli seperangkat alat seduh manual untuk dirumah serta beberapa roast bean yang menurutnya menarik. Manual brew merupakan pilihan yang tepat untuk mereka merasakan sensasi menjadi barista di rumah.

Baca Juga : Sejarah Singkat Metode Seduh Manual Brewing

Setelah berdiskusi dengan sang istri, maka pada awal tahun 2019 mas Eko pulang ke Indonesia dan mulai fokus mendalami kopi, karena ia memutuskan akan membuka sebuah coffee shop di Magelang. Beliau mulai melengkapi koleksi alat seduh manual brew serta membeli sebuah mesin espresso rumahan, karena dia ingin lebih detail merasakan perbedaan kopi espresso dengan manual brew.

Semua riset dan trial yang dilakukan ia lakukan sendiri dengan bermodalkan informasi dari internet dan youtube. Dari dunia maya tersebut, beliau bisa mengulik tentang cara seduh kopi, membuat minuman non kopi, persiapan membuka coffee shop, dan lain- lainnya.

Pada April 2019 mas Eko memutuskan untuk kursus espresso based di Studio Kopi Yogyakarta, karena menurutnya dia perlu mentor langsung untuk bab ini supaya lebih mematangkan persiapannya untuk membuka coffee shop. Setelah menguasai dan menemukan produk yang dijual, kemudian beliau mulai mencari tempat untuk berjualan.

Awalnya mas Eko dan istri ingin membuka coffee shop di daerah Muntilan, karena lebih dekat dengan rumah. Setelah beberapa hari tidak menemukan tempat yang cocok, maka mereka mencoba mencari lokasi di kota Magelang dan dekat dengan kampus, tetapi hasilnya nihil.

Perjalanan mencari lokasi berlanjut sampai ke daerah Mungkid, Kabupaten Magelang. Disini mas Eko merasakan sesuatu yang berbeda, merasa cocok saja dan tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Sudah ada beberapa calon tempat yang akan disewa oleh mas Eko, tetapi ia didapatkan pada pilihan yang sulit. Berdasarkan perencanaan modal yang disiapkan, munculah dua pilihan. Pertama investasi mesin espresso yang mahal tetapi sewa tempat yang kecil, atau pilihan kedua investasi sewa tempat yang mahal tetapi beli mesin espresso yang murah.

Dengan penuh pertimbangan mas Eko memutuskan investasi di mesin espresso yang lebih mahal, tetapi tempat kecil. Menurutnya mesin tersebut bukan untuk gaya, tetapi banyak manfaatnya, seperti bisa menghasilkan kualitas espresso yang lebih baik dan konsisten, mempercepat produksi minuman kopi, serta build quality yang bagus yang menjadikan lebih tahan lama. Memberikan kualitas produk terbaik kepada konsumen menjadi prioritas beliau.

Baca Juga : Tips Memilih Mesin Espresso yang Sesuai Dengan Kebutuhan

Kemudian beliau menyewa sebuah ruko di daerah Mungkid, Kabupaten Magelang dan membeli sebuah mesin espresso Nuova Simonelli Appia 2. Berhubung tempatnya tidak terlalu besar, maka dia memutuskan membuat konsep coffee to go dengan ciri khas sedikit tempat duduk dan penyajian menggunakan paper cup serta plastic cup. Akhirnya pada 15 Juni 2019 Novikovi resmi buka.

Eko Purnomo dengan mesin Espresso yang berusia 3 tahun
Eko Purnomo dengan mesin Espresso nya yang sudah berusia 3 tahun

“Untuk pemilihan nama Novikovi sendiri bagaimana cerita nya mas?”, tanya saya. “Jadi Novi merupakan nama istriku, aku memakai namanya sebagai ungkapan rasa sayangku kepadanya”. Jawab mas Eko. Ok mas, panutan.

Perjuangan belum berakhir, beliau dihadapkan pada masalah budaya konsumen disini lebih suka dine in ketika mengunjungi sebuah kedai kopi. Akhirnya beliau bekerja sama dengan pemilik lahan dibelakang supaya bisa digunakan. Alhasil pada bulan Januari 2020 Novikovi sudah memiliki fasilitas dine in yang nyaman di sisi belakang, serta menjadi spot favorit dari mayoritas konsumennya.

Semenjak Agustus 2020 Novikovi sudah bekerjasama dengan Call Me Coffee roaster Magelang untuk mensuplai kebutuhan house blend serta single origin hasil perkebunan.

Kopi Kabupaten Magelang. Sungguh saya dibuat salut oleh beliau, karena dia tidak melulu memikirkan cuan, tetapi masih peduli dan mendukung petani lokal yang menjadikan rantai industri kopi di Magelang tetap sehat dan terus berkembang.

Baca Juga : Perbedaan House Blend dengan Single Origin

Tidak terasa cuaca yang awalnya cerah tiba – tiba berubah menjadi mendung. Saya bergegas berpamitan pulang, karena harus melanjutkan perjalanan ke Yogyakarta. 

Sukses selalu mas Eko Purnomo dan Novikovi, Sampai jumpa pada artikel selanjutnya. Salam rahayu.

Continue Reading

Antep Rosit (Kopi Simon Gayeng) Petani Kopi Genting Jambu Kab. Semarang

Kecamatan Jambu di Kabupaten Semarang merupakan salah satu saksi bisu sejarah masuknya kopi di Indonesia, dimana tanaman kopi disini sudah ada sejak jaman kolonial Belanda. Kali ini kami mengunjungi desa Genting yang merupakan salah satu penghasil biji kopi terbaik dari daerah Jambu, Kabupaten Semarang.

Kesempatan kali ini kami berbincang dengan salah satu petani kopi desa Genting yang bernama Antep Rosit, atau biasa dipanggil mas Simon. Beliau merupakan salah satu orang yang paling berkontribusi dalam perkembangan hasil kopi di desa ini. Meskipun berstatus pendatang dari Temanggung, tetapi kecintaannya dengan desa Genting mampu mengangkat hasil kopi disini.

Antep Rosit Petani kopi desa Genting
Antep Rosit Petani kopi desa Genting

Tahun 2007 Antep Rosit mempersunting gadis asli desa Genting dan menjalin hidup berumah tangga di desa ini. Keluarga sang istri memiliki kebun kopi yang sudah ada sejak lama, dimana kebun tersebut terdapat beberapa jenis tanaman kopi.

Lahir dan besar di Temanggung menjadikan mas Simon sedikit banyak mengetahui seluk beluk perkebunan kopi, meskipun dahulu bukan seorang petani. Sejak awal dia sudah menyadari jika tanaman kopi milik keluarga istrinya di desa Genting tidak dikelola dengan baik.

Tahun 2008 merupakan kali pertama Mas Simon memanen kopi di Desa Genting. Tanaman kopi disini sungguh tinggi dan sangat menyusahkan ketika memetik biji kopi. Beliau harus menarik ujung tanaman kopi dan mengikatkan tali yang kemudian disisi lain dari tali tersebut dikaitkan dengan pohon yang lebih rendah untuk mempermudah proses panen. Dari pagi hari sampai sore hanya mampu mengumpulkan 43 kg biji kopi.

Melihat hasil kopi yang tidak maksimal, maka mas Simon memutuskan memilih melakukan kegiatan lainnya. Pada tahun 2014 merupakan titik awal mas Simon ingin fokus mengurus tanaman kopi, karena beliau melihat tanaman kopi di desa ini memiliki potensi yang bagus. 

Menurut mas Simon jalan terbaik mengajak petani desa untuk fokus mengelola tanaman kopi adalah dengan memberi contoh, maka beliau berinisiatif untuk mulai berubah dari diri sendiri. Hal pertama yang ia lakukan adalah dengan memangkas tanaman kopi supaya tidak tinggi.

Sempat diremehkan orang sekitar ketika memangkas pohon kopi, tetapi pada tahun berikutnya, yaitu tahun 2015 kebun kopi beliau mampu menghasilkan 82 kg. Kemudian pada tahun 2016 meningkat menjadi 100 kg, tahun 2017 menghasilkan 200 kg, dan tahun 2018 mampu menyentuh angka 300 kg. Dari situ para petani desa mulai tertarik fokus dengan tanaman kopi.

Pada tahun 2019 beliau mengikuti sebuah pelatihan kopi di Selo, Boyolali dengan pembicara pak Sukiman dari Petruk kopi. Karena rasa penasaran yang tinggi, maka setelah selesai acara beliau menemui pak Sukiman untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak. Pak Sukiman menyarankan mas Simon untuk fokus menekuni tanaman kopi, mulai dari perawatan yang benar, pemetikan yang benar, penjemuran yang benar, sampai pembuatan nama produk yang menarik supaya laku dijual.

Sesampainya dirumah setelah pelatihan kopi, mas Simon langsung menuju kebun kopi dan melakukan petik merah, mengingat saat itu bulan Agustus dan masih ada beberapa biji kopi yang belum dipanen. Setelah itu biji kopi tersebut ia jemur dan selanjutnya siap untuk di sangrai.

Penjemuran Biji Kopi dari Mas Simon
Penjemuran Biji Kopi dari Mas Simon

Berhubung tidak memiliki mesin roasting, maka mas Simon mengunjungi beberapa roaster kopi untuk menggorengkan biji kopinya. Waktu itu mas Simon harus berpindah dari satu roaster kopi ke roaster kopi lainnya untuk menemukan kualitas yang baik dan harga yang cocok. 

Baca Juga : Seputar Roasting Kopi

Hasil roast bean dari mas Simon tidak langsung dijual, tetapi dia bagikan kepada orang – orang terdekat dan beberapa senior kopi di lingkungan kecamatan Jambu Ambarawa serta ke perangkat desa sampai kecamatan. Kemudian pak camat yang menjabat waktu itu menemui mas Simon dan berkata “Mas kopimu enak, tolong kopinya dikasih merek supaya orang pada tahu”. Benar juga, guman mas Simon. Kopi Gayeng adalah nama yang beliau pilih setelah beberapa hari memikirkan nama yang bagus.

Beberapa hari kemudian mas Simon mendapat telepon dari mbah Hadi Pramono yang merupakan senior kopi yang disegani di daerah ini untuk bermain kerumahnya. Diruman mbah Hadi Pramono, mas Simon mendapat petuah untuk terus mengembangkan kopinya, karena memiliki potensi yang besar.

Mendapat dukungan dari beberapa teman dan para sesepuh untuk fokus mengelola kopi membuat mas Simon semakin bersemangat. Pada bulan September 2019 mas Simon mendapat undangan untuk mengikuti pameran hasil tani di Soropadan, Pringsurat. 

Ketika pertama masuk ke pameran di Soropadan mas Simon merasa minder, karena banyak sekali stan kopi dari beberapa nama besar di Jawa tengah ditata menyerupai coffee shop, sedangkan ia hanya membawa kopi saja. Kemudian beliau mengunjungi panitia untuk meminjam meja untuk display.

Siapa sangka mas Simon yang tanpa persiapan sama sekali menjadi stan kopi paling ramai di acara tersebut, bahkan para pengunjung bergerombol sampai menghalangi stan di samping kanan kirinya. Di hari kedua pameran mas Simon datang terlambat dan ternyata sudah ada beberapa orang yang menunggu di stan nya. Hanya dalam waktu dua jam saja kopi yang ia bawa habis terjual.

Karena dagangan sudah habis, maka mas Simon memutuskan untuk jalan berkeliling melihat beberapa stan yang ada. Mas Simon berhenti di depan stan kopi milik mbah Hadi Pramono dan langsung mendapat wejangan. “Benar kataku kemarin kan ? kopi mu itu memiliki potensi yang besar, mulai sekarang kamu harus fokus mengelola tanaman kopi milikmu, jika dalam proses mengelola kopi ada yang tidak tahu, bisa datang langsung ke saya, Seratus persen saya mendukungmu”. 

Perjuangan yang tidak mudah, proses belajar yang panjang, serta dukungan dari orang sekitar membuat Mas Simon sukses mengelola kopi di desa Genting, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang. Mungkin beberapa dari kalian ada yang bertanya mengapa harga kopi sekarang mahal ? Luangkan sedikit waktu untuk mengunjungi petani kopi seperti mas Simon untuk menemukan jawabannya. 

Sekian kisah dari salah satu petani kopi, semoga bermanfaat dan menginspirasi. Salam rahayu.

Baca Juga : Petani Kopi Millennial dari Dusun Gertas, Lereng Kelir

Peta Jalan Petani Kopi Simon Gayeng
Peta Jalan Petani Kopi Simon Gayeng

Kopi Simon Gayeng

Tempak, Genting, Jambu, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah 50271

Kontak: 0812-2859-3726
Instagram: @simongayeng

Continue Reading

Majid Nur Fatihin Coffee Shop Manager Lodji Londo

Pagi ini cuaca cukup cerah dengan suasana sejuk, menjadi teman perjalanan kami ke daerah Bergas, Kabupaten Semarang. Berlokasi di daerah Bergas, Kabupaten Semarang, tepatnya di Jl. Kaprawiran No. 98, Sidorejo. Kami berkesempatan untuk ngobrol dengan penanggung jawab (coffee shop manager) Lodji Londo, Majid Nur Fatihin.

Ditemani seduhan v60 single origin Gayo Pantan Musara yang diseduh oleh mas Majid, begitu beliau biasa disapa, kami memulai obrolan. “Mas Majid, Lodji Londo ya nama coffee shop ini, kenapa sih mas dinamai Lodji Londo “?. “Awal dinamai Lodji Londo karena dari dulu bangunan rumahnya, kalau orang-orang menyebutnya kastil mungkin ya. Lodji sendiri berarti bangunan benteng jaman kolonial Belanda”.

Dari apa yang kami lihat memang benar, bangunan utama coffee shop ini berbentuk layaknya kastil, semacam benteng di era kolonial Belanda. Selain itu menurut mas Majid, beberapa teman dari pemilik Lodji Londo, yaitu Pak Gun, juga sering menyebut tempat ini Lodji. Oleh karena itu mulai dipakailah penyebutan Lodji Londo untuk coffee shop ini.

Dari yang kami dapat dari mas Majid, tempat ini mulai dibangun dengan bentuk bangunan seperti ini (Lodji) pada tahun 2014. Mulai dari ide, bentuk bangunan, semuanya dari Pak Gun selaku pemilik tempat ini. Yang menarik, pada awalnya tempat ini “hanya” dijadikan rumah atau tempat tinggal.

Ide untuk menjadikan coffee shop seperti sekarang berawal dari pertemuan mas Majid dan Pak Gun. Awal mula pertemuan Mas Majid dan Pak Gun cukup menarik. Mas Majid yang mempunyai hobby fotography dan video sedang mengikuti semacam event, dan menggunakan Lodji sebagai tempat pengambilan gambar. Itulah pertama kali mas Majid bertemu Pak Gun.

Pada pertemuan berikutnya mas Majid mencoba presentasi kopi ke Pak Gun. Kebetulan juga mas Majid suka “ngulik” latte art, “Padahal aku gak suka kopi, dan belum pernah main ke coffee shop”, begitu mas Majid menambahkan. Mas Majid bercerita kalau belajar latte art secara otodidak dan lihat di YouTube, dibuat secara manual, frothing krimer kental manis menggunakan french press.

Baca juga : Ini Yang Harus Di Perhatikan Saat Membuat Kopi Latte

Pak Gun yang tertarik dengan presentasi dari mas Majid, ditambah dengan sudah adanya bangunan yang mendukung, bahkan memang sudah didesain ada mini bar. Serta halaman yang luas, mulai berdirilah Lodji Londo ini pada Mei 2018.

Tidak mengenal kopi sama sekali bahkan tidak doyan pada awalnya, kemudian terjun di industri kopi tentu ada tantangan tersendiri. “Makin ke sini kudu belajar, paling nggak ikut kelas/workshop soal kopi”, begitu mas Majid menambahkan. Banyak workshop yang beliau ikuti di kota sekitar, seperti Semarang, dan yang terakhir ikut kelas sensory di Boncafe Yogyakarta.

Di awal menurut mas Majid, Lodji Londo bermodal hanya alat seduh manual, seperti dripper v60, french press dan untuk espresso masih menggunakan staresso. Ada cerita lucu sewaktu beli alat-alat tersebut, karena memang kurangnya pengetahuan, mas Majid inginnya memakai grinder manual (hand grinder). “Kalau pakai grinder manual, ada orderan 5 cangkir sudah pegel kamu”, begitu mas Majid menceritakan apa yang dikatakan penjual alat kopi tersebut.

Seiring berjalannya waktu, bisa upgrade espresso maker meski masih manual, yaitu memakai rok presso. Kemudian setelah 2 tahun bisa memakai mesin espresso, meski kecil. Dengan semakin ramainya pengunjung dan mesin kecil yang tidak lagi memadai, akhirnya pada tahun 2021 bisa memakai mesin espresso yang dipakai sekarang.

Single origin Gayo Pantan Musara yang diseduh untuk kami ternyata juga hasil roasting sendiri. “Berarti kenal petani atau penyedia green beans ya mas ?”. “Kalau Gayo dari processor, sementara untuk daerah sekitar langsung dari petani”, mas Majid menambahkan.

Baca juga : Khamidin, Petani Kopi Millenial Lereng Kelir Dusun Gertas

Mulai pertengahan 2021 Lodji Londo juga sudah memiliki mesin roasting sendiri. Kamipun bertanya, “Sudah punya house blend berarti mas ?”. “Ada mas, tetapi juga masih ngulik, karena mungkin tiap 2 minggu ganti, meski begitu tapi nggak jauh beda rasanya”, begitu mas Majid menjawab.

Jika kalian perhatikan di kaca bangunan utama Lodji londo ada gambar siluet orang tua. Itu adalah gambar siluet Pak Gun selaku pemilik tempat ini, yang akhirnya menjadi logo/branding dari Lodji Londo. “Di awal diskusi memilih logo sempat kepikiran gambar kastil, kemudian Pak Gun mempunyai ide untuk memakai wajahnya dan itulah yang dipakai.”

Konsep Lodji Londo untuk saat ini menurut mas Majid terbagi menjadi 2 berdasar hari, pada hari Senin-Jumat dan Sabtu-Minggu. Dimana hari Senin-Jumat specialty coffee shop, sementara Sabtu-Minggu jadi seperti bistro/resto, tapi kopinya tetap specialty. Tidak dipungkiri karena customer weekend dari luar kota dan keluarga. Dimana tentu mereka menganggapnya resto, dan lebih banyak memilih makanan daripada menikmati kopinya.

Kami kemudian bertanya, “Menu andalan di Lodji Londo apa ya mas, untuk kopi ?”. “Kami punya menu andalan banyak, tetapi kebanyakan customer sendiri memilih kopi susu, kami juga membuat coffee mocktail.” Yang menarik selain sirup yang sudah jadi, di sini juga membuat sendiri sirup dari herbs (rempah-rempah) untuk campuran kopi susu.

Baca juga : Membuat Signature Coffee Mocktail Es Kopi Kayu Manis

Dari akhir 2020 sampai hampir sepanjang 2021, pandemi Covid-19 tentu juga berdampak ke Lodji Londo. Yang menarik, setelah pandemi coffee shop ini malah lebih ramai. Menurutnya ketika di awal ada pembatasan-pembatasan yang membuat omzet turun banyak, karena memang tidak boleh buka. Baru setelah lebaran dimana sebagian orang sudah divaksinasi juga pembatasan yang tidak begitu ketat, Lodji Londo semakin ramai.

Bergelut di Lodji Londo selama hampir 4 tahun tentu banyak pengalaman tersendiri bagi mas Majid. “Suka dukanya apa nih mas, dari awal buka sampai saat ini ?”. “Karena memang mulai dari nol, trial menu juga sendiri”, begitu ujarnya.

Ada cerita unik waktu trial membuat minuman lemon, kebetulan ada pak Gun dan Ibuk, yang seharusnya memakai gula salah ambil garam. Dari awal mas Majid benar-benar memulai sendiri, jadi dari bar, memasak dan melayani customer beliau rangkap. Dan itu berjalan selama setahun lebih.

Majid Nur Fatihin, Coffee Shop Manager Lodji Londo, Bergas

Karena di awal memakai alat manual tentu penyajiannya juga memakan waktu. Mas majid bercerita, “Pernah mas waktu itu ada 5 orang, semuanya memesan cappuccino. Waktu itu saya masih memakai staresso, ya jadi harus satu-satu bikinnya. Frothing-nya juga masih memakai steamer yang memakai pemanas kompor.”Saat ini mas Majid sudah mulai sedikit menuai buahnya, dari awal yang apa-apa harus dikerjakan sendiri. Sekarang sudah ada beberapa orang yang menemani. “Dari 2020, mulai hire kitchen 3 orang dan di bar 4 orang. Seiring waktu dan juga flow-nya udah tertata, customer yang datang juga lumayan. Saat ini di Lodji Londo yang membantu di kitchen ada 7 orang dan di bar ada 6 orang.”, begitu ujarnya.

Kami coba bertanya bagaimana pendapatnya soal perkembangan industri kopi di Indonesia yang luar biasa ini. “Menghadapi menjamurnya coffee shop sekarang ini seneng saya mas. Paling tidak menciptakan budaya ngopi ke masyarakat dan edukasi kopi yang benar.”, begitu jawabnya.

Ada kata-kata menarik dari mas Majid yang cukup menarik bagi kalian yang mungkin ingin ikut terjun ke industri kopi, terutama coffee shop. “Jika tidak bisa jadi yang pertama, jadilah yang berbeda”, begitu ujarnya. Paling tidak kedai yang mau dibuat lain daripada yang sudah ada, dengan kata lain konsepnya harus kuat.

Terima kasih mas Majid yang sudah meluangkan waktunya, salam juga buat pak Gun dan teman-teman di Lodji Londo. Semoga selalu sehat dan sukses selalu untuk keluarga besar Lodji Londo. Salam rahayu.

Continue Reading

Feri Oky Triansah, Buka Kedai Kopi di Era Pandemi

Pagi ini cuaca cukup cerah dengan suasana sejuk, menjadi teman perjalanan kami ke Salatiga. Berlokasi di Jalan Jafar Sodhiq, Kalibening, kami berkesempatan untuk mengobrol dengan Feri Oky Triansah, selaku owner coffee shop Tepikota. Sebuah kedai kopi di pinggiran Salatiga dengan konsep manual brew.

Pria asli Sleman ini bercerita sebelum menjadi kedai kopi seperti sekarang, tempat ini merupakan semacam nursery. Didasari dari kecintaannya pada bunga dan tanaman, jadilah tempat ini. Bahkan beliau menambahkan sudah menikmati hasil yang lumayan saat awal pandemi, ketika marak orang membeli bunga dan tanaman. Tidak mengherankan juga jika kedai ini terlihat hijau, teduh dan sejuk, dengan berbagai macam tanaman di beberapa sudutnya.

Baca juga: Menyeduh Kopi Di Rumah Dikala Pandemi COVID-19

Dengarkan kisah ini di Spotify

Perkenalannya dengan dunia kopi didapat ketika nongkrong dan bertukar ide dengan teman-temanya. Dia berkata, “Saya kurang begitu familiar dengan kopi mas, tetapi saya sangat suka menata dan tanaman”. Bahkan dengan jujur dia merasa masih banyak PR yang perlu ditambahkan dalam pengetahuannya soal kopi. Melalui dorongan teman itu pula akhirnya memutuskan untuk memulai menyiapkan meja bar, alat-alat seduh, dll., yang dimulai sekitar akhir tahun 2019.

Tepikota mulai resmi buka pada tahun 2020, bersamaan dengan awal kasus covid di Indonesia. Kamipun bertanya, “Gimana mas perasaannya ketika buka coffee shop di era pandemi ?”. Dengan modal nekat juga banyak tantangan tentu saja menurut beliau. Mau buka/grand opening tetapi berbarengan dengan pembatasan di sana-sini waktu itu. Bahkan tidak tahu kapan akan selesai, dan akhirnya buka dengan mengikuti protokol.

Feri Oky Triansah Owner Coffee Shop Tepikota Coffee Salatiga
Feri Oky Triansah Owner Coffee Shop Tepikota Coffee Salatiga

Konsep bangunan coffee shop Tepikota menurut beliau, terinspirasi dari salah satu arsitek cukup ternama di Indonesia, Yu Sing. Yang mengedepankan bangunan yang murah juga ramah lingkungan. Kalau teman-teman pernah main ke Klinik Kopi, Jogja, bangunan kedai kopi di sana merupakan hasil tangan Yu Sing. Sekilas memang mirip dengan penataan di Tepikota, seperti bangunan kayunya, peletakan meja bar, juga tanaman yang mendukung keserasian di coffee shop.

Baca juga: Ngopi Di Pinggir Sawah, Kedai Kopi Tepikota Salatiga

Diceritakan nama Tepikota bermula dari nama Kebun Belakang Kota, dimana ide nama tersebut didapat dari salah satu temannya. Nama tersebut juga merupakan nama untuk media sosial nursery bunga dan tanaman yang memang sudah dikelola oleh mas Oky. Setelah itu diganti Kebun Tepikota, dan kemudian setelah berganti ke kedai kopi dipilihlah nama Tepikota Kopi.

Feri Oky T (Tepikota Coffee) & Sani (LUDEN)
Feri Oky Triansah (Tepikota Coffee) & Sani (LUDEN)

Kami bertanya kepada beliau. “Suka dukanya apa ya mas memiliki kedai kopi dari awal pandemi sampai sekarang?“. “Sukanya banyak mas, salah satunya menambah saudara, kebetulan saya perantauan, asli dari Sleman. Pindah ke Salatiga tahun 1995, tetapi kadang masih sering bolak-balik Salatiga-Sleman.”

Baca juga: Kedai Kopi Gubuk Pentjeng, Coffee Shop Bertema Jawa Klasik

Tiap kedai kopi tentu memiliki nilai jual tersendiri, entah menunya, desain bangunannya, interiornya, dan lain sebagainya. Mas Oky berujar, “Nilai plus-nya mungkin sesuai namanya mas, jauh dari kota atau hiruk pikuk keramaian/riweuh ya mas.” Memang tepat sekali, selama perjalanan kami ke beberapa coffee shop, baru kali ini kami menemui kedai yang homey dan “hijau”. Ditambahkan beliau, meja dan properti yang digunakan pun, menggunakan kayu-kayu dari daerah sekitar.

Staf Coffee Shop Tepikota Salatiga
Staf Coffee Shop Tepikota Salatiga

“Menu spesial di Tepikota, selain tentu saja kopi dan kopi susu kekinian, yang membedakan mungkin Kopi Susu Sini, hampir seperti dalgona.”, begitu beliau bercerita soal menu andalan kopi. Untuk non kopi Tepikota menyediakan fermentasi dari jahe atau buah-buahan, seperti nanas, buah naga, mungkin seperti kombucha. 

Ada nama teh yang unik juga dari menu di Tepikota, teh tiung namanya. Kami coba bertanya ke mas Oky. “Artinya apa ini mas teh tiung ?”. “Itu dapat dari teman yang rumahnya di Boyolali, daun dari semacam tanaman pagar yang cukup tinggi mas, karena kita ambil pucuknya, kita harus tiungkan (turunkan). Saat diseduh kemudian di-combine dengan strawberry, jadilah teh tiung.”

Feri Oky Triansah : Kedai Kopi Tepikota Coffee Salatiga

Kita tahu tren coffee shop sangat meningkat, banyak orang ramai-ramai membuka usaha kedai kopi. Menurut mas Oky hal ini merupakan sesuatu yang positif, karena pastinya penikmat kopi juga akan bertambah. “Dulu kan mungkin nongkrong di tenda/angkringan ya mas, sekarang mungkin nongkrongnya pindah ke kedai kopi. Selain itu juga jadi tempat bertukar customer untuk sesama pengusaha kedai kopi.”, begitu mas Oky menambahkan.

Baca juga: Hillside Cafe Lereng Kelir, Sensasi Ngopi Di Lereng Pegunungan

Hal tersebut tentu melahirkan persaingan antar kedai yang satu dengan yang lain. Bagi mas Oky hal itu malah menjadi greget/penyemangat, untuk selalu berinovasi lagi. Bagi customer dengan banyaknya kedai kopi malah menjadi poin plus, yaitu diberi banyak pilihan kedai kopi, mau pilih yang seperti apa.

Kami ajukan pertanyaan atau saran terakhir dari mas Oky jika ada teman-teman yang ingin buka usaha kedai kopi.  “Yang pasti jualan kopi yang enak, kalau gak enak mending gak usah jualan. Dan yang paling penting, tetap semangat.”, begitu beliau menjawab.

Terima kasih mas Oky sudah meluangkan waktunya, untuk berbagi cerita banyak hal. Dari soal awal berdirinya Tepikota dan juga sharing kecil beberapa hal, semoga selalu sehat dan sukses selalu untuk keluarga dan Tepikota Kopi. 

Salam rahayu.

Baca juga: On The Rocks Coffee, Tempat Ngopi Paling Cozy di Salatiga

Continue Reading

Kisah Septian Iqbal dari Barista Menjadi Coffee Roaster

Siang ini cuaca di kota Semarang cukup panas, cuaca khas daerah pesisir pantai. Tapi tidak mengurangi semangat kami untuk mengambil kopi yang bisa dibilang, fresh from the roastery. Setelah waktu sebelumnya kami berkesempatan ngobrol dengan owner Steam and Brew, Lukas Ryan. Kali ini kami berbincang dengan salah satu roaster di Steam and Brew, Septian Iqbal.

Baca juga: Kisah Lukas Ryan Mendirikan Steam & Brew Semarang

Masih berlokasi di Jl. Depok no. 36 A Semarang, karena memang kebetulan Steam and Brew, yang selain coffee shop juga memiliki roastery. Selain untuk diseduh di tempat, teman-teman juga bisa membeli roasted beans di sini. Harganya variatif, tergantung beans dan juga proses pengolahan pasca panen nya, ada kopi lokal dan juga beberapa kopi dari luar negri.

Septian Iqbal dari Barista Menjadi Coffee Roaster

Kami langsung masuk ruang roastery, di mana Iqbal, nama panggilannya, sudah menunggu kami di sana. Aroma harum kopi yang masih disangrai langsung tercium begitu kami masuk ke dalam. Ahh, aroma yang selalu membuat kangen ketika kami berkunjung ke roastery. Kami disambut dengan ramah oleh Iqbal, sambi memberi kopi pesanan kami.

“Keburu gak mas ?”, Iqbal bertanya ke kami, “Sekalian kita icip bareng kopi di sini mas”, begitu tambahnya. Tentu kami iyakan ajakannya, karena kami memang berencana untuk ngobrol-ngobrol dengan nya. “Kopi apa ini ?”, kami bertanya pada Iqbal. “Kerinci Mas”, begitu jawabnya. Perpaduan yang menyenangkan bukan, ngobrol sambil ngopi.

Iqbal(Roaster) dan Sani(LUDEN)
Iqbal (Roaster) dan Sani (LUDEN)

Kamipun mengawali perbincangan kami dengan bertanya, “Roasting kopi gini susah gak sih?”. Menurut Iqbal memang susah, tapi bisa dipelajari. Untuk urutan proses roasting Iqbal menjelaskan secara singkat. Diawali menimbang green beans yang mau di-roasting, memanaskan mesin roasting, kemudian mulai rolling, memasukkan green beans dan menunggu prosesnya sampai selesai.

Baca juga: Roasting Kopi: Proses Penting Dalam Menentukan Cita Rasa

Iqbal juga bercerita bagaimana dia bisa menjadi roaster seperti sekarang. Awalnya dia di belakang bar atau bisa dikatakan PSK (Pegawai Seduh Kopi) di salah satu kedai kopi di Ambarawa, Ludens. Setelah itu dia melanglang ke Tangerang, Jakarta kemudian balik lagi ke Semarang.

Kesempatan untuk menjadi roaster didapatkan Iqbal pada tahun 2018 awal, ketika itu dia ditawari owner untuk mengisi posisi roastery. Bisa dikatakan kesempatan baru atau tantangan baru bagi Iqbal, setelah sebelumnya hanya bergulat di balik meja bar. Dia juga menambahkan belajar roasting itu timeless, karena dari tahun 2018 awal mula dia mulai menggeluti roasting sampai sekarang, dia merasa masih perlu belajar.

Iqbal Profesional Roaster
Iqbal Profesional Coffee Roaster

Iqbal juga bercerita bagaimana suka dukanya menjadi seorang roaster. Untuk sukanya dia berujar punya kesempatan untuk nyicipi kopi dari berbagai tempat karena di-support oleh owner, selain itu juga memiliki relasi baru dan juga belajar hal baru di industri kopi. Sedangkan untuk dukanya, menurutnya adalah ketika mencari customer. Karena kebetulan dia jadi roaster di Steam and Brew baru sekitar awal tahun 2020, kemudian ada pandemi yang tentunya sangat berdampak.

Baca juga: Menyeduh Kopi Di Rumah Dikala Pandemi COVID-19

Hal yang paling dia ingat ketika bergelut di industri kopi adalah ketika dia di Jakarta. Kebetulan waktu itu akhir bulan, dan sudah saatnya membayar kost, uangnya sudah habis. Akhirnya dia harus tidur di gudang tempat dia bekerja sebelumnya, dan itu berjalan selama 1 bulan. Baginya sungguh sebuah pengalaman yang luar biasa ketika hidup merantau.

Dengarkan kisah ini di Spotify

Untuk menjadi roaster Iqbal juga bercerita, tentunya ada kesempatan, seperti yang dia dapatkan di Jakarta waktu itu. Selain itu dia menambahkan, saat ini kelas roaster sekarang juga sudah ada. Tinggal mau pilih yang seperti apa, ada yang kelas lokal juga ada kelas internasional, menyesuaikan kebutuhan. Tentu saja kelas tersebut berbayar, dimana nantinya akan mendapatkan sertifikat roaster. Menurutnya kalau sudah ada relasi yang banyak di industri kopi juga sangat membantu.

Baca juga: Profesi Barista, Menghidupi Kah? Feat Andre Rivaldo

Tak terasa kopi sudah mau habis, kami juga masih ada kegiatan lain. Kami kemudian pamit dan membawa kopi yang sudah kami pesan. Terima kasih Iqbal untuk jamuan kopi dan obrolan singkatnya. Sehat selalu dan semoga sukses kedepannya, semoga nanti kita bisa kolaborasi.

Salam rahayu.

Continue Reading

Kisah Lukas Ryan Mendirikan Steam & Brew Semarang

Pagi yang cerah mengiringi perjalanan kami menaiki sepeda motor menuju sebuah coffee shop di kota Semarang. Kami mengawali pagi selalu dengan kopi supaya tetap semangat menjalani hari-hari. Berhubung stok kopi kami di rumah sudah habis, maka kita putuskan menuju ke Steam & Brew untuk menikmati kopi spesialtinya dan mengambil roast bean pesanan kami, serta yang paling seru adalah kami sudah janjian bertemu dengan pemilik nya langsung untuk berbagi cerita tentang awal mula Steam & Brew dibuat, karena Steam & Brew adalah coffee shop spesial buat kami.

Baca juga: Kisah Septian Iqbal Dari Barista Menjadi Coffee Roaster di Steam & Brew

Kisah Lukas Ryan Mendirikan Coffee Shop Steam & Brew di Semarang

Jl. Depok No.36 A Semarang adalah lokasi dari Steam & Brew berada. Kami memarkir motor tepat di depannya, kemudian membuka pintu kaca coffee shop dan ternyata koko Lukas sang pemilik sudah ada disana. Dengan hangat dia menyambut kami dan membuatkan secangkir cappucino yang menjadi asupan kafein pertama kami di hari ini.

Sani(LUDEN) di Steam & Brew Semarang
Sani(LUDEN) di Coffee Shop Steam & Brew Semarang

Kami dan beliau duduk didekat bar, dan langsung saja kami bertanya, “Ko, gimana sih awal ceritanya kamu bisa membuat Steam & Brew ini? Kemudian dia bercerita, ketika kuliah di Surabaya pada kisaran tahun 2014 dia menemukan sebuah coffee shop yang mengeluarkan kopi spesialtinya yang mana dahulu kebanyakan orang termasuk dia hanya tau Starbucks saja. Coffee Shop tersebut memiliki tempat yang homie dan tentunya kopi spesialitinya membuat lukas sangat tertarik, kemudian dia mengulik mencari informasi tentang kopi specialty di YouTube dan yang keluar adalah Australia dan negara-negara Eropa. Dia berpikir kenapa di luar negeri sudah banyak coffee shop dengan spesialtinya dan di sini baru sekarang

Lukas Ryan Owner Coffee Shop Steam & Brew Semarang
Lukas Ryan Owner Coffee Shop Steam & Brew Semarang

Baca juga: Hendro Teguh Prastowo, Berawal Dari Hobi Menjadi Kedai Kopi

Sesekali ketika pulang ke Semarang dia tidak menemukan coffee shop yang homie dan memiliki kopi spesialtinya. Kebanyakan dari mereka menjual kopi blend saja, kemudian dia berpikir mungkin disini kultur dan budaya ngopinya memang seperti ini.

Dia sempat bekerja menjadi barista di Surabaya adalah langkah yang tepat menurut kami, karena ketika ingin memiliki atau mempunyai coffee shop harus merasakan langsung terjun di dunia tersebut. Awalnya dia ditawari untuk bekerja di Starbucks tetapi dia menolak karena masih kuliah dan inginnya kerja di coffee shop yang lebih homie. Setelah beberapa bulan bekerja di coffee shop yang diinginkan, kemudian dia melakukan perjalanan ke Jakarta dan kota-kota besar lainnya untuk mencari referensi coffee shop yang sesuai dengan seleranya. Dia banyak sekali mencari informasi lewat YouTube dan mendapatkan pengetahuan tentang specialty coffee di bawah naungan SCAI sampai ke level SCAA dan SCAE. Berkat ke kekepoannya tersebut dia terus mengulik tentang apa itu kopi specialty sampai dia berikrar harus bisa membuat coffee shop di Semarang yang homie dan ada specialty kopinya.

Baca juga: Profesi Barista, Menghidupi Kah? Feat Andre Rivaldo

Pemilihan nama Steam & Brew sendiri juga sangat unik, dimana kala itu dia suka dengan espresso dan latte art, sedangkan di Semarang sendiri identik dengan manual brew. Kata Steam sendiri adalah uap yang secara teknis menjadi salah satu bagian penting dalam membuat espresso, dan brew sendiri adalah proses menyeduh kopi.

Bar Coffee Shop Steam & Brew Semarang
Bar Coffee Shop Steam & Brew Semarang

Untuk desain bangunannya sendiri, dia menggabungkan konsep minimalis dengan scandinavian, yang mana ia mendapatkan banyak referensi dari coffee shop Jepang. Dia bercerita kembali, setelah bekerja menjadi barista beberapa bulan dia melakukan perjalanan ke Jakarta, Singapura, Australia dan tempat lainnya untuk mencari referensi tentang bisnis coffee shop. Ada beberapa hal yang menjadi kunci pembelajarannya, seperti kopi itu sendiri, tempatnya, dan vibe nya, atau suasana dan mood dalam didalam sebuah coffee shop itu sendiri.

Baca juga: Kedai Kopi Gubuk Pentjeng, Coffee Shop Bertema Jawa Klasik

Cappucino racikan Steam & Brew sangat nikmat dan tepat menjadi kawan ngobrol kami bersama Lukas pemilik dari Steam & Brew. Obrolan kita berlanjut ke suka duka memiliki sebuah coffee shop. Menurutnya, salah satu keuntungan memiliki coffee shop adalah menambah relasi, apalagi dia juga suka bersosialisasi tentunya itu sangat seru. Untuk dukanya sendiri adalah ketika konsep coffee shopnya bertolak belakang dengan budaya ngopi di Semarang, dimana waktu itu di Semarang tempat ngopi harus luas dan bisa untuk nongkrong, sedangkan konsep Steam & Brew sendiri ingin menyajikan kopi yang berkualitas, makanan ringan yang tidak berat, dan bisa berdiskusi dan chill sebentar terus cabut. Perbedaan tersebut tidak menjadi masalah untuk dia, karena dia ingin menawarkan konsep yang baru mengenai sebuah coffee shop, tentu saja itu berproses dan tidak instan.

Sani(LUDEN) dan Lukas Ryan (Steam & Brew)
Sani(LUDEN) dan Lukas Ryan (Steam & Brew)

Baca juga: Hillside Cafe Lereng Kelir, Sensasi Ngopi Di Lereng Pegunungan

Alasan kenapa Steam & Brew sangat spesial untuk kami karena dia selalu memberikan kopi dengan great special. Sebenarnya menu yang ditawarkan sama seperti coffee shop pada umumnya, seperti long black, cappuccino, filter kopi, tetapi bedanya adalah Steam & Brew memiliki industri roasting sendiri sehingga dia bisa memberikan secangkir kopi yang sangat nikmat karena dia bisa kalibrasi dengan apa yang dia punya, misalkan saat ini air yang ia gunakan adalah Cleo, maka dia berupaya roasting kopi dengan level tertentu agar ketika diseduh cocok dengan air Cleo yang digunakan, hal tersebut tidak mudah karena harus menguasai ilmu kimia, fisika, matematika, dan lain-lainnya.

Dengarkan kisah ini di Spotify

Baca juga: Cara Menyeduh Kopi Menggunakan V60 (Pour Over)

Sungguh inspiratif sekali pengalaman dari Lukas Ryan mengenal kopi sampai memiliki coffee shop sendiri karena banyak sekali yang dapat kita ambil dari pengalamannya. Jika ingin berwirausaha di bidang apapun harus lebih banyak mengulik seputar dunia tersebut, serta kita juga harus mencoba terjun langsung ke dunia tersebut meskipun hanya menjadi karyawan, karena pengalaman di lapangan lebih berguna dari teori-teori yang ada di media, apalagi hanya sekedar “jarene”. Semoga artikel ini bermanfaat untuk kita semua. Nantikan artikel kita berikutnya. Salam rahayu.

Peta Jalan Coffee Shop Steam & Brew Semarang
Peta Jalan Coffee Shop Steam & Brew Semarang

Coffee Shop Steam & Brew Semarang

Jl. Depok No.36 A, Kembangsari, Kec. Semarang Tengah, Kota Semarang, Jawa Tengah 50133

Hari Buka: Senin – Minggu
Jam Buka: 08.00 WIB – 21.00 WIB
Kontak: 0821-3839-8068
Instagram: @steamandbrew.co

Continue Reading

Profesi Barista, Menghidupi Kah? Feat Andre Rivaldo

Muda, supel dan passionate, itulah yang sekilas kami lihat dari Andre Rivaldo seorang barista profesional. Pemuda kelahiran Palembang, 26 April 1999 ini sudah lebih dari 4 tahun menggeluti profesinya. Meski lahir di Palembang, pemuda ini sering bolak-balik  Palembang-Ambarawa, kebetulan keluarga Ibunya asli orang Ambarawa. Hingga akhirnya mulai pertengahan kelas 3 SMP barulah sepenuhnya pindah di Ambarawa.

Ditemani kopi hasil seduhannya, kami ngobrol dan sharing banyak hal. Diceritakan awal mulanya dia bukanlah penikmat kopi, mengenal kopi ya hanya kopi sachet. Baru ketika lulus SMK dan ada kesempatan magang di hotel, kebetulan Andre ambil penjurusan Pariwisata. Barulah dia mengenal espresso based, seperti cappuccino, latte ataupun americano.

Dengarkan kisah ini di Spotify

Mengenal manual brew, pemuda ini mendapatkannya dari kedai-kedai kopi di sekitar Ambarawa, seperti Ludens dan 10.5 Coffee. Dia bercerita ketika pertama icip kopi manual brew, rasa yang didapat tidak cuma pahit, ada juga rasa asam. “Kupikir cuma pahit hlo mas kopi asli itu, ternyata ada rasa asam juga. Seketika mindset saya berubah soal kopi.”

Baca juga: Cara Menyeduh Kopi Dengan Teknik Pour Over Menggunakan V60 (Manual Brewing)

Kami lalu bertanya, “Pertama icip kopi single origin gimana rasanya, dibanding kopi sachet ?”. “Kaget ya mas, kopi sachet kan cenderung manis, sudah dicampur gula kan. Ketika icip manual brew, kompleks rasanya ternyata tidak cuma pahit, bisa dikatakan kaya rasa. Bahkan semakin sering nyoba, ketemu rasa-rasa yang lain entah fruity atau floral, dll”, begitu jawabnya.

Awal mula menjadi barista, Andre bercerita dari ketidaksengajaan. Ada pengalaman unik ketika magang di hotel jadi waitress, bahkan trauma ketika harus pegang tray. Ketika breakfast satu tray yang berisi 30 cup teh kesenggol salah satu tamu, akhirnya jatuh dan pecah semua. Akhirnya dari situ memutuskan tidak mau lagi bekerja yang berhubungan dengan tray.

Kemudian setelah setengah bulan jobless, ditawari lah dia oleh teman untuk menjadi barista di salah satu coffee shop di Semarang. Dari penikmat akhirnya mulai memulai menjadi penyeduh. Mau tidak mau akhirnya harus sambil belajar, seperti bagaimana rasio kopi yang pas, komposisinya seperti apa ketika membuat latte atau cappuccino, dan lain sebagainya.

Diceritakannya ketika pertama kali belajar menyeduh kopi, Andre dituntut untuk bisa mengoperasikan mesin espresso. Seiring berjalannya waktu, barulah sambi mulai belajar manual brew. Menurutnya menyeduh kopi menggunakan mesin dan manual brew sama susahnya. Hanya saja aspek yang perlu diperhatikan dalam manual brew lebih kompleks daripada menggunakan mesin. Intinya mungkin seorang barista akan sangat berpengaruh dalam manual brew, begitu Andre menambahkan.

Baca juga: Mengenal Perbedaan Kopi Espresso Dan Manual Brew

Andre Rivaldo (Barista) dan Sani (LUDEN)
Andre Rivaldo (Barista) dan Sani (LUDEN)

Baca juga: Mengenal Sejarah dan Komponen-komponen dari Mesin Espresso

Kami bertanya, “Enak gak sih jadi seorang barista ?”. “Enaklah mas, nyaman, saya juga betah dan bertahan sampai sekarang”. Oh ya, saat ini Andre jadi barista di Tanamera Coffee, yang berlokasi di Tentrem Mall, Semarang. Menurutnya saat ini profesi barista memang menjadi tren, terutama untuk kalangan anak millennial sekarang ini. Apalagi profesi ini tidak memerlukan ijazah yang tinggi ujarnya. Yang penting punya attitude yang baik, mau belajar soal kopi, belajar komunikasi, bisa menggeluti profesi ini.

Untuk pengalaman unik selama jadi barista, Andre berbagi cerita, hal yang paling menyenangkan baginya se-simple ketika seduhannya disukai oleh customer. Di lain waktu juga ketika customer tidak tahu apa yang mereka pesan, seperti apa sih itu espresso. Nah, di sini ilmu komunikasi sekarang barista sangat membantu, paling tidak memberi gambaran, kopi seperti apa yang mereka pesan.

Secara personal, Andre sangat menyukai latte art. Menjadi kepuasan tersendiri ujarnya ketika latte art-nya disukai oleh para customer. Apalagi ketika mereka membawa anak kecil, dan diperlihatkan, merasa sangat diapresiasi hasil latte art-nya.

Andre juga berujar, seorang barista itu bisa dikatakan ujung tombak sebuah coffee shop. Diibaratkan bar tempat mereka menyeduh adalah panggung mereka. Di situ seorang barista harus mempunyai cara komunikasi yang baik, juga menjadi marketing. Hal ini tentu saja akan berpengaruh pada omset penjualan coffee shop.

Sani dan Andre Rivaldo
Sani dan Andre Rivaldo

“Ada tips gak sih, untuk membedakan customer itu bisa diajak ngobrol atau tidak ?”. Menurutnya untuk mengetahui customer yang dihadapi seperti apa, tentu menyesuaikan, dan jam terbang dalam hal komunikasi tentunya. “Bahkan bisa dilihat seorang customer sedang bad mood, atau lain sebagainya. Yang penting istilahnya kita memberi perhatianlah pada mereka”, begitu dia menambahkan.

Menyikapi tren kopi yang selalu berganti, dari manual brew, latte art, dan sekarang yaitu kopi susu yang bisa dikatakan industrinya sangat menjamur dan tidak masuk akal. Andre berujar sekarang mulai akan ke tren coffee mocktail. Di kompetisi nasional bahkan ada cabang lombanya, selain lomba cupping, barista brewer, latte art, cabang ini disebut coffee in good spirit.

Baca juga: Membuat Signature Coffee Mocktail Es Kopi Kayu Manis

Tetapi menurutnya tren kopi susu juga tidak salah, malah seperti media komunikasi untuk memperkenalkan kopi yang sebenarnya. Ini pun juga membantu petani dalam hal ekonominya. Apalagi kita tahu tidak semua petani bisa masuk industri kopi specialty, yang tentunya punya standarisasi. Nah lewat tren kopi susu ini sangat membantu petani menjual biji kopi mereka.

Baca juga: Steam & Brew Semarang, Coffee Shop dengan Konsep Minimalis dan Menu Andalan Kopi Spesialti

Andre juga bercerita ternyata di sekitar tempat tinggal nya, perkebunan kopi dan roastery mulai marak. Seperti daerah Kelir, Gedong Songo, Telomoyo, Gunung Ungaran, dan lainnya. Bahkan dia kepikiran punya ide untuk melakukan fun cupping. Paling tidak supaya bisa saling mengenal satu sama lain yang berkecimpung di dunia kopi lokal di daerah sekitar.

Andre Rivaldo Barista Profesional dari Ambarawa

Sudah menjadi barista lebih dari 4 tahun, tentu kami ingin tahu, bisa gak sih profesi barista untuk dijadikan mata pencaharian utama untuk berumah tangga. Andre berujar, di awal dia memang sempat overthinking, cuma di bar apakah bisa untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Industri kopi luas, dari barista bisa menjadi banyak hal, seperti konsultan dan industri di belakangnya. Jadi bisa dikatakan, profesi barista sangat cukup untuk menghidupi keluarga.

Baca juga: Menyeduh Kopi Di Rumah Dikala Pandemi COVID-19

Suka duka menjadi barista sangat beragam, untuk sukanya dia berujar, seperti dapat kopi gratis, ketemu orang yang beragam. Challenging, seperti bisa menjadi marketing atau story teller, paling tidak mengetahui single origin dari mana dan bagaimana kita menyeduhnya. Untuk dukanya, masih ada segelintir orang masih meremehkan profesi barista. Padahal dari profesi ini bisa merambat ke profesi lain dalam industri kopi yang tentunya lebih menjanjikan.

Terima kasih Andre Rivaldo untuk obrolan dan sharing-nya. Sehat selalu, sukses kedepannya dan segala cita-citanya semoga kita bisa kolaborasi lagi. Salam rahayu.

Baca juga: Kisah Septian Iqbal Dari Barista Menjadi Coffee Roaster

Continue Reading