Kisah Eko Purnomo Owner dari Novikovi Magelang

Cuaca cerah dan sejuk siang ini menemani perjalanan saya menuju ke daerah Mungkid, Kabupaten Magelang. Kali ini saya berkesempatan untuk menemui seseorang yang spesial untuk mendapatkan ilmu baru mengenai seputar dunia kopi. Eko Purnomo adalah orang spesial tersebut, beliau merupakan pemilik dari coffee shop Novikovi yang tahun lalu kami kunjungi.

Baca Juga : Riview Singkat Coffee Shop Novikovi Mungkid, Magelang

Tepat pukul satu siang saya sampai di lokasi. Bagian depan kedai kopi ini tidak terlihat perbedaan yang signifikan, dimana masih menjadi tempat parkir untuk beberapa sepeda motor dan beberapa mobil terparkir di bahu jalan raya.

Setelah memarkirkan kendaraan, kemudian saya bergegas untuk masuk. Perubahan tata letak meja bar serta penambahan beberapa meja kursi baru menyambut kedatangan saya di Novikovi. Saya sungguh salut dengan perubahan yang dilakukan oleh mas Eko Purnomo sang pemilik kedai kopi ini yang membuat saya semakin tidak sabar untuk menemuinya di belakang.

Indoor Novikovi
Indoor Novikovi

Tanpa berlama – lama saya langsung memesan secangkir hot latte di meja bar dan lanjut menuju ke area belakang. Sesampainya di belakang, saya disambut hangat oleh mas Eko Purnomo sang pemilik coffee shop ini. Kemudian kami berdua duduk di kursi tribun sisi pojok.

Saling menanyakan kabar menjadi obrolan pembuka kami berdua, karena memang kita sudah lama sekali tidak berjumpa. “Mas tempatmu tambah bagus dan konsumen semakin ramai nih”, saya menyeletuk. “Alhamdulillah mas, semua butuh proses”, saut mas Eko.

“Mas, ceritain dong awal mula perjalanan Novikovi sampai bisa terus berkembang sampai sekarang”, tanya saya. Sambil membakar rokok Djarum Super andalannya, mas Eko mulai bercerita.

Dahulu mas Eko Purnomo sempat bekerja di Qatar, dimana beliau membawa serta anak dan istrinya kesana. Wisata kuliner merupakan hobi dari mas Eko dan istrinya ketika berada disana, sampai suatu ketika dia bilang sama istrinya bahwa aku akan berhenti bekerja dan ingin membuka usaha food and beverages di Indonesia.

Ketika wisata kuliner pada tahun 2017, beliau mencicipi secangkir kopi speciality dari Yirgacheffe, Ethiopia dan langsung jatuh hati. Dari situlah beliau mulai bisa menikmati kopi yang benar – benar kopi. Ketertarikannya dengan kopi tidak bisa dibendung, beliau mulai membeli seperangkat alat seduh manual untuk dirumah serta beberapa roast bean yang menurutnya menarik. Manual brew merupakan pilihan yang tepat untuk mereka merasakan sensasi menjadi barista di rumah.

Baca Juga : Sejarah Singkat Metode Seduh Manual Brewing

Setelah berdiskusi dengan sang istri, maka pada awal tahun 2019 mas Eko pulang ke Indonesia dan mulai fokus mendalami kopi, karena ia memutuskan akan membuka sebuah coffee shop di Magelang. Beliau mulai melengkapi koleksi alat seduh manual brew serta membeli sebuah mesin espresso rumahan, karena dia ingin lebih detail merasakan perbedaan kopi espresso dengan manual brew.

Semua riset dan trial yang dilakukan ia lakukan sendiri dengan bermodalkan informasi dari internet dan youtube. Dari dunia maya tersebut, beliau bisa mengulik tentang cara seduh kopi, membuat minuman non kopi, persiapan membuka coffee shop, dan lain- lainnya.

Pada April 2019 mas Eko memutuskan untuk kursus espresso based di Studio Kopi Yogyakarta, karena menurutnya dia perlu mentor langsung untuk bab ini supaya lebih mematangkan persiapannya untuk membuka coffee shop. Setelah menguasai dan menemukan produk yang dijual, kemudian beliau mulai mencari tempat untuk berjualan.

Awalnya mas Eko dan istri ingin membuka coffee shop di daerah Muntilan, karena lebih dekat dengan rumah. Setelah beberapa hari tidak menemukan tempat yang cocok, maka mereka mencoba mencari lokasi di kota Magelang dan dekat dengan kampus, tetapi hasilnya nihil.

Perjalanan mencari lokasi berlanjut sampai ke daerah Mungkid, Kabupaten Magelang. Disini mas Eko merasakan sesuatu yang berbeda, merasa cocok saja dan tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Sudah ada beberapa calon tempat yang akan disewa oleh mas Eko, tetapi ia didapatkan pada pilihan yang sulit. Berdasarkan perencanaan modal yang disiapkan, munculah dua pilihan. Pertama investasi mesin espresso yang mahal tetapi sewa tempat yang kecil, atau pilihan kedua investasi sewa tempat yang mahal tetapi beli mesin espresso yang murah.

Dengan penuh pertimbangan mas Eko memutuskan investasi di mesin espresso yang lebih mahal, tetapi tempat kecil. Menurutnya mesin tersebut bukan untuk gaya, tetapi banyak manfaatnya, seperti bisa menghasilkan kualitas espresso yang lebih baik dan konsisten, mempercepat produksi minuman kopi, serta build quality yang bagus yang menjadikan lebih tahan lama. Memberikan kualitas produk terbaik kepada konsumen menjadi prioritas beliau.

Baca Juga : Tips Memilih Mesin Espresso yang Sesuai Dengan Kebutuhan

Kemudian beliau menyewa sebuah ruko di daerah Mungkid, Kabupaten Magelang dan membeli sebuah mesin espresso Nuova Simonelli Appia 2. Berhubung tempatnya tidak terlalu besar, maka dia memutuskan membuat konsep coffee to go dengan ciri khas sedikit tempat duduk dan penyajian menggunakan paper cup serta plastic cup. Akhirnya pada 15 Juni 2019 Novikovi resmi buka.

Eko Purnomo dengan mesin Espresso yang berusia 3 tahun
Eko Purnomo dengan mesin Espresso nya yang sudah berusia 3 tahun

“Untuk pemilihan nama Novikovi sendiri bagaimana cerita nya mas?”, tanya saya. “Jadi Novi merupakan nama istriku, aku memakai namanya sebagai ungkapan rasa sayangku kepadanya”. Jawab mas Eko. Ok mas, panutan.

Perjuangan belum berakhir, beliau dihadapkan pada masalah budaya konsumen disini lebih suka dine in ketika mengunjungi sebuah kedai kopi. Akhirnya beliau bekerja sama dengan pemilik lahan dibelakang supaya bisa digunakan. Alhasil pada bulan Januari 2020 Novikovi sudah memiliki fasilitas dine in yang nyaman di sisi belakang, serta menjadi spot favorit dari mayoritas konsumennya.

Semenjak Agustus 2020 Novikovi sudah bekerjasama dengan Call Me Coffee roaster Magelang untuk mensuplai kebutuhan house blend serta single origin hasil perkebunan.

Kopi Kabupaten Magelang. Sungguh saya dibuat salut oleh beliau, karena dia tidak melulu memikirkan cuan, tetapi masih peduli dan mendukung petani lokal yang menjadikan rantai industri kopi di Magelang tetap sehat dan terus berkembang.

Baca Juga : Perbedaan House Blend dengan Single Origin

Tidak terasa cuaca yang awalnya cerah tiba – tiba berubah menjadi mendung. Saya bergegas berpamitan pulang, karena harus melanjutkan perjalanan ke Yogyakarta. 

Sukses selalu mas Eko Purnomo dan Novikovi, Sampai jumpa pada artikel selanjutnya. Salam rahayu.

Continue Reading

Majid Nur Fatihin Coffee Shop Manager Lodji Londo

Pagi ini cuaca cukup cerah dengan suasana sejuk, menjadi teman perjalanan kami ke daerah Bergas, Kabupaten Semarang. Berlokasi di daerah Bergas, Kabupaten Semarang, tepatnya di Jl. Kaprawiran No. 98, Sidorejo. Kami berkesempatan untuk ngobrol dengan penanggung jawab (coffee shop manager) Lodji Londo, Majid Nur Fatihin.

Ditemani seduhan v60 single origin Gayo Pantan Musara yang diseduh oleh mas Majid, begitu beliau biasa disapa, kami memulai obrolan. “Mas Majid, Lodji Londo ya nama coffee shop ini, kenapa sih mas dinamai Lodji Londo “?. “Awal dinamai Lodji Londo karena dari dulu bangunan rumahnya, kalau orang-orang menyebutnya kastil mungkin ya. Lodji sendiri berarti bangunan benteng jaman kolonial Belanda”.

Dari apa yang kami lihat memang benar, bangunan utama coffee shop ini berbentuk layaknya kastil, semacam benteng di era kolonial Belanda. Selain itu menurut mas Majid, beberapa teman dari pemilik Lodji Londo, yaitu Pak Gun, juga sering menyebut tempat ini Lodji. Oleh karena itu mulai dipakailah penyebutan Lodji Londo untuk coffee shop ini.

Dari yang kami dapat dari mas Majid, tempat ini mulai dibangun dengan bentuk bangunan seperti ini (Lodji) pada tahun 2014. Mulai dari ide, bentuk bangunan, semuanya dari Pak Gun selaku pemilik tempat ini. Yang menarik, pada awalnya tempat ini “hanya” dijadikan rumah atau tempat tinggal.

Ide untuk menjadikan coffee shop seperti sekarang berawal dari pertemuan mas Majid dan Pak Gun. Awal mula pertemuan Mas Majid dan Pak Gun cukup menarik. Mas Majid yang mempunyai hobby fotography dan video sedang mengikuti semacam event, dan menggunakan Lodji sebagai tempat pengambilan gambar. Itulah pertama kali mas Majid bertemu Pak Gun.

Pada pertemuan berikutnya mas Majid mencoba presentasi kopi ke Pak Gun. Kebetulan juga mas Majid suka “ngulik” latte art, “Padahal aku gak suka kopi, dan belum pernah main ke coffee shop”, begitu mas Majid menambahkan. Mas Majid bercerita kalau belajar latte art secara otodidak dan lihat di YouTube, dibuat secara manual, frothing krimer kental manis menggunakan french press.

Baca juga : Ini Yang Harus Di Perhatikan Saat Membuat Kopi Latte

Pak Gun yang tertarik dengan presentasi dari mas Majid, ditambah dengan sudah adanya bangunan yang mendukung, bahkan memang sudah didesain ada mini bar. Serta halaman yang luas, mulai berdirilah Lodji Londo ini pada Mei 2018.

Tidak mengenal kopi sama sekali bahkan tidak doyan pada awalnya, kemudian terjun di industri kopi tentu ada tantangan tersendiri. “Makin ke sini kudu belajar, paling nggak ikut kelas/workshop soal kopi”, begitu mas Majid menambahkan. Banyak workshop yang beliau ikuti di kota sekitar, seperti Semarang, dan yang terakhir ikut kelas sensory di Boncafe Yogyakarta.

Di awal menurut mas Majid, Lodji Londo bermodal hanya alat seduh manual, seperti dripper v60, french press dan untuk espresso masih menggunakan staresso. Ada cerita lucu sewaktu beli alat-alat tersebut, karena memang kurangnya pengetahuan, mas Majid inginnya memakai grinder manual (hand grinder). “Kalau pakai grinder manual, ada orderan 5 cangkir sudah pegel kamu”, begitu mas Majid menceritakan apa yang dikatakan penjual alat kopi tersebut.

Seiring berjalannya waktu, bisa upgrade espresso maker meski masih manual, yaitu memakai rok presso. Kemudian setelah 2 tahun bisa memakai mesin espresso, meski kecil. Dengan semakin ramainya pengunjung dan mesin kecil yang tidak lagi memadai, akhirnya pada tahun 2021 bisa memakai mesin espresso yang dipakai sekarang.

Single origin Gayo Pantan Musara yang diseduh untuk kami ternyata juga hasil roasting sendiri. “Berarti kenal petani atau penyedia green beans ya mas ?”. “Kalau Gayo dari processor, sementara untuk daerah sekitar langsung dari petani”, mas Majid menambahkan.

Baca juga : Khamidin, Petani Kopi Millenial Lereng Kelir Dusun Gertas

Mulai pertengahan 2021 Lodji Londo juga sudah memiliki mesin roasting sendiri. Kamipun bertanya, “Sudah punya house blend berarti mas ?”. “Ada mas, tetapi juga masih ngulik, karena mungkin tiap 2 minggu ganti, meski begitu tapi nggak jauh beda rasanya”, begitu mas Majid menjawab.

Jika kalian perhatikan di kaca bangunan utama Lodji londo ada gambar siluet orang tua. Itu adalah gambar siluet Pak Gun selaku pemilik tempat ini, yang akhirnya menjadi logo/branding dari Lodji Londo. “Di awal diskusi memilih logo sempat kepikiran gambar kastil, kemudian Pak Gun mempunyai ide untuk memakai wajahnya dan itulah yang dipakai.”

Konsep Lodji Londo untuk saat ini menurut mas Majid terbagi menjadi 2 berdasar hari, pada hari Senin-Jumat dan Sabtu-Minggu. Dimana hari Senin-Jumat specialty coffee shop, sementara Sabtu-Minggu jadi seperti bistro/resto, tapi kopinya tetap specialty. Tidak dipungkiri karena customer weekend dari luar kota dan keluarga. Dimana tentu mereka menganggapnya resto, dan lebih banyak memilih makanan daripada menikmati kopinya.

Kami kemudian bertanya, “Menu andalan di Lodji Londo apa ya mas, untuk kopi ?”. “Kami punya menu andalan banyak, tetapi kebanyakan customer sendiri memilih kopi susu, kami juga membuat coffee mocktail.” Yang menarik selain sirup yang sudah jadi, di sini juga membuat sendiri sirup dari herbs (rempah-rempah) untuk campuran kopi susu.

Baca juga : Membuat Signature Coffee Mocktail Es Kopi Kayu Manis

Dari akhir 2020 sampai hampir sepanjang 2021, pandemi Covid-19 tentu juga berdampak ke Lodji Londo. Yang menarik, setelah pandemi coffee shop ini malah lebih ramai. Menurutnya ketika di awal ada pembatasan-pembatasan yang membuat omzet turun banyak, karena memang tidak boleh buka. Baru setelah lebaran dimana sebagian orang sudah divaksinasi juga pembatasan yang tidak begitu ketat, Lodji Londo semakin ramai.

Bergelut di Lodji Londo selama hampir 4 tahun tentu banyak pengalaman tersendiri bagi mas Majid. “Suka dukanya apa nih mas, dari awal buka sampai saat ini ?”. “Karena memang mulai dari nol, trial menu juga sendiri”, begitu ujarnya.

Ada cerita unik waktu trial membuat minuman lemon, kebetulan ada pak Gun dan Ibuk, yang seharusnya memakai gula salah ambil garam. Dari awal mas Majid benar-benar memulai sendiri, jadi dari bar, memasak dan melayani customer beliau rangkap. Dan itu berjalan selama setahun lebih.

Majid Nur Fatihin, Coffee Shop Manager Lodji Londo, Bergas

Karena di awal memakai alat manual tentu penyajiannya juga memakan waktu. Mas majid bercerita, “Pernah mas waktu itu ada 5 orang, semuanya memesan cappuccino. Waktu itu saya masih memakai staresso, ya jadi harus satu-satu bikinnya. Frothing-nya juga masih memakai steamer yang memakai pemanas kompor.”Saat ini mas Majid sudah mulai sedikit menuai buahnya, dari awal yang apa-apa harus dikerjakan sendiri. Sekarang sudah ada beberapa orang yang menemani. “Dari 2020, mulai hire kitchen 3 orang dan di bar 4 orang. Seiring waktu dan juga flow-nya udah tertata, customer yang datang juga lumayan. Saat ini di Lodji Londo yang membantu di kitchen ada 7 orang dan di bar ada 6 orang.”, begitu ujarnya.

Kami coba bertanya bagaimana pendapatnya soal perkembangan industri kopi di Indonesia yang luar biasa ini. “Menghadapi menjamurnya coffee shop sekarang ini seneng saya mas. Paling tidak menciptakan budaya ngopi ke masyarakat dan edukasi kopi yang benar.”, begitu jawabnya.

Ada kata-kata menarik dari mas Majid yang cukup menarik bagi kalian yang mungkin ingin ikut terjun ke industri kopi, terutama coffee shop. “Jika tidak bisa jadi yang pertama, jadilah yang berbeda”, begitu ujarnya. Paling tidak kedai yang mau dibuat lain daripada yang sudah ada, dengan kata lain konsepnya harus kuat.

Terima kasih mas Majid yang sudah meluangkan waktunya, salam juga buat pak Gun dan teman-teman di Lodji Londo. Semoga selalu sehat dan sukses selalu untuk keluarga besar Lodji Londo. Salam rahayu.

Continue Reading

Feri Oky Triansah, Buka Kedai Kopi di Era Pandemi

Pagi ini cuaca cukup cerah dengan suasana sejuk, menjadi teman perjalanan kami ke Salatiga. Berlokasi di Jalan Jafar Sodhiq, Kalibening, kami berkesempatan untuk mengobrol dengan Feri Oky Triansah, selaku owner coffee shop Tepikota. Sebuah kedai kopi di pinggiran Salatiga dengan konsep manual brew.

Pria asli Sleman ini bercerita sebelum menjadi kedai kopi seperti sekarang, tempat ini merupakan semacam nursery. Didasari dari kecintaannya pada bunga dan tanaman, jadilah tempat ini. Bahkan beliau menambahkan sudah menikmati hasil yang lumayan saat awal pandemi, ketika marak orang membeli bunga dan tanaman. Tidak mengherankan juga jika kedai ini terlihat hijau, teduh dan sejuk, dengan berbagai macam tanaman di beberapa sudutnya.

Baca juga: Menyeduh Kopi Di Rumah Dikala Pandemi COVID-19

Dengarkan kisah ini di Spotify

Perkenalannya dengan dunia kopi didapat ketika nongkrong dan bertukar ide dengan teman-temanya. Dia berkata, “Saya kurang begitu familiar dengan kopi mas, tetapi saya sangat suka menata dan tanaman”. Bahkan dengan jujur dia merasa masih banyak PR yang perlu ditambahkan dalam pengetahuannya soal kopi. Melalui dorongan teman itu pula akhirnya memutuskan untuk memulai menyiapkan meja bar, alat-alat seduh, dll., yang dimulai sekitar akhir tahun 2019.

Tepikota mulai resmi buka pada tahun 2020, bersamaan dengan awal kasus covid di Indonesia. Kamipun bertanya, “Gimana mas perasaannya ketika buka coffee shop di era pandemi ?”. Dengan modal nekat juga banyak tantangan tentu saja menurut beliau. Mau buka/grand opening tetapi berbarengan dengan pembatasan di sana-sini waktu itu. Bahkan tidak tahu kapan akan selesai, dan akhirnya buka dengan mengikuti protokol.

Feri Oky Triansah Owner Coffee Shop Tepikota Coffee Salatiga
Feri Oky Triansah Owner Coffee Shop Tepikota Coffee Salatiga

Konsep bangunan coffee shop Tepikota menurut beliau, terinspirasi dari salah satu arsitek cukup ternama di Indonesia, Yu Sing. Yang mengedepankan bangunan yang murah juga ramah lingkungan. Kalau teman-teman pernah main ke Klinik Kopi, Jogja, bangunan kedai kopi di sana merupakan hasil tangan Yu Sing. Sekilas memang mirip dengan penataan di Tepikota, seperti bangunan kayunya, peletakan meja bar, juga tanaman yang mendukung keserasian di coffee shop.

Baca juga: Ngopi Di Pinggir Sawah, Kedai Kopi Tepikota Salatiga

Diceritakan nama Tepikota bermula dari nama Kebun Belakang Kota, dimana ide nama tersebut didapat dari salah satu temannya. Nama tersebut juga merupakan nama untuk media sosial nursery bunga dan tanaman yang memang sudah dikelola oleh mas Oky. Setelah itu diganti Kebun Tepikota, dan kemudian setelah berganti ke kedai kopi dipilihlah nama Tepikota Kopi.

Feri Oky T (Tepikota Coffee) & Sani (LUDEN)
Feri Oky Triansah (Tepikota Coffee) & Sani (LUDEN)

Kami bertanya kepada beliau. “Suka dukanya apa ya mas memiliki kedai kopi dari awal pandemi sampai sekarang?“. “Sukanya banyak mas, salah satunya menambah saudara, kebetulan saya perantauan, asli dari Sleman. Pindah ke Salatiga tahun 1995, tetapi kadang masih sering bolak-balik Salatiga-Sleman.”

Baca juga: Kedai Kopi Gubuk Pentjeng, Coffee Shop Bertema Jawa Klasik

Tiap kedai kopi tentu memiliki nilai jual tersendiri, entah menunya, desain bangunannya, interiornya, dan lain sebagainya. Mas Oky berujar, “Nilai plus-nya mungkin sesuai namanya mas, jauh dari kota atau hiruk pikuk keramaian/riweuh ya mas.” Memang tepat sekali, selama perjalanan kami ke beberapa coffee shop, baru kali ini kami menemui kedai yang homey dan “hijau”. Ditambahkan beliau, meja dan properti yang digunakan pun, menggunakan kayu-kayu dari daerah sekitar.

Staf Coffee Shop Tepikota Salatiga
Staf Coffee Shop Tepikota Salatiga

“Menu spesial di Tepikota, selain tentu saja kopi dan kopi susu kekinian, yang membedakan mungkin Kopi Susu Sini, hampir seperti dalgona.”, begitu beliau bercerita soal menu andalan kopi. Untuk non kopi Tepikota menyediakan fermentasi dari jahe atau buah-buahan, seperti nanas, buah naga, mungkin seperti kombucha. 

Ada nama teh yang unik juga dari menu di Tepikota, teh tiung namanya. Kami coba bertanya ke mas Oky. “Artinya apa ini mas teh tiung ?”. “Itu dapat dari teman yang rumahnya di Boyolali, daun dari semacam tanaman pagar yang cukup tinggi mas, karena kita ambil pucuknya, kita harus tiungkan (turunkan). Saat diseduh kemudian di-combine dengan strawberry, jadilah teh tiung.”

Feri Oky Triansah : Kedai Kopi Tepikota Coffee Salatiga

Kita tahu tren coffee shop sangat meningkat, banyak orang ramai-ramai membuka usaha kedai kopi. Menurut mas Oky hal ini merupakan sesuatu yang positif, karena pastinya penikmat kopi juga akan bertambah. “Dulu kan mungkin nongkrong di tenda/angkringan ya mas, sekarang mungkin nongkrongnya pindah ke kedai kopi. Selain itu juga jadi tempat bertukar customer untuk sesama pengusaha kedai kopi.”, begitu mas Oky menambahkan.

Baca juga: Hillside Cafe Lereng Kelir, Sensasi Ngopi Di Lereng Pegunungan

Hal tersebut tentu melahirkan persaingan antar kedai yang satu dengan yang lain. Bagi mas Oky hal itu malah menjadi greget/penyemangat, untuk selalu berinovasi lagi. Bagi customer dengan banyaknya kedai kopi malah menjadi poin plus, yaitu diberi banyak pilihan kedai kopi, mau pilih yang seperti apa.

Kami ajukan pertanyaan atau saran terakhir dari mas Oky jika ada teman-teman yang ingin buka usaha kedai kopi.  “Yang pasti jualan kopi yang enak, kalau gak enak mending gak usah jualan. Dan yang paling penting, tetap semangat.”, begitu beliau menjawab.

Terima kasih mas Oky sudah meluangkan waktunya, untuk berbagi cerita banyak hal. Dari soal awal berdirinya Tepikota dan juga sharing kecil beberapa hal, semoga selalu sehat dan sukses selalu untuk keluarga dan Tepikota Kopi. 

Salam rahayu.

Baca juga: On The Rocks Coffee, Tempat Ngopi Paling Cozy di Salatiga

Continue Reading

Kisah Lukas Ryan Mendirikan Steam & Brew Semarang

Pagi yang cerah mengiringi perjalanan kami menaiki sepeda motor menuju sebuah coffee shop di kota Semarang. Kami mengawali pagi selalu dengan kopi supaya tetap semangat menjalani hari-hari. Berhubung stok kopi kami di rumah sudah habis, maka kita putuskan menuju ke Steam & Brew untuk menikmati kopi spesialtinya dan mengambil roast bean pesanan kami, serta yang paling seru adalah kami sudah janjian bertemu dengan pemilik nya langsung untuk berbagi cerita tentang awal mula Steam & Brew dibuat, karena Steam & Brew adalah coffee shop spesial buat kami.

Baca juga: Kisah Septian Iqbal Dari Barista Menjadi Coffee Roaster di Steam & Brew

Kisah Lukas Ryan Mendirikan Coffee Shop Steam & Brew di Semarang

Jl. Depok No.36 A Semarang adalah lokasi dari Steam & Brew berada. Kami memarkir motor tepat di depannya, kemudian membuka pintu kaca coffee shop dan ternyata koko Lukas sang pemilik sudah ada disana. Dengan hangat dia menyambut kami dan membuatkan secangkir cappucino yang menjadi asupan kafein pertama kami di hari ini.

Sani(LUDEN) di Steam & Brew Semarang
Sani(LUDEN) di Coffee Shop Steam & Brew Semarang

Kami dan beliau duduk didekat bar, dan langsung saja kami bertanya, “Ko, gimana sih awal ceritanya kamu bisa membuat Steam & Brew ini? Kemudian dia bercerita, ketika kuliah di Surabaya pada kisaran tahun 2014 dia menemukan sebuah coffee shop yang mengeluarkan kopi spesialtinya yang mana dahulu kebanyakan orang termasuk dia hanya tau Starbucks saja. Coffee Shop tersebut memiliki tempat yang homie dan tentunya kopi spesialitinya membuat lukas sangat tertarik, kemudian dia mengulik mencari informasi tentang kopi specialty di YouTube dan yang keluar adalah Australia dan negara-negara Eropa. Dia berpikir kenapa di luar negeri sudah banyak coffee shop dengan spesialtinya dan di sini baru sekarang

Lukas Ryan Owner Coffee Shop Steam & Brew Semarang
Lukas Ryan Owner Coffee Shop Steam & Brew Semarang

Baca juga: Hendro Teguh Prastowo, Berawal Dari Hobi Menjadi Kedai Kopi

Sesekali ketika pulang ke Semarang dia tidak menemukan coffee shop yang homie dan memiliki kopi spesialtinya. Kebanyakan dari mereka menjual kopi blend saja, kemudian dia berpikir mungkin disini kultur dan budaya ngopinya memang seperti ini.

Dia sempat bekerja menjadi barista di Surabaya adalah langkah yang tepat menurut kami, karena ketika ingin memiliki atau mempunyai coffee shop harus merasakan langsung terjun di dunia tersebut. Awalnya dia ditawari untuk bekerja di Starbucks tetapi dia menolak karena masih kuliah dan inginnya kerja di coffee shop yang lebih homie. Setelah beberapa bulan bekerja di coffee shop yang diinginkan, kemudian dia melakukan perjalanan ke Jakarta dan kota-kota besar lainnya untuk mencari referensi coffee shop yang sesuai dengan seleranya. Dia banyak sekali mencari informasi lewat YouTube dan mendapatkan pengetahuan tentang specialty coffee di bawah naungan SCAI sampai ke level SCAA dan SCAE. Berkat ke kekepoannya tersebut dia terus mengulik tentang apa itu kopi specialty sampai dia berikrar harus bisa membuat coffee shop di Semarang yang homie dan ada specialty kopinya.

Baca juga: Profesi Barista, Menghidupi Kah? Feat Andre Rivaldo

Pemilihan nama Steam & Brew sendiri juga sangat unik, dimana kala itu dia suka dengan espresso dan latte art, sedangkan di Semarang sendiri identik dengan manual brew. Kata Steam sendiri adalah uap yang secara teknis menjadi salah satu bagian penting dalam membuat espresso, dan brew sendiri adalah proses menyeduh kopi.

Bar Coffee Shop Steam & Brew Semarang
Bar Coffee Shop Steam & Brew Semarang

Untuk desain bangunannya sendiri, dia menggabungkan konsep minimalis dengan scandinavian, yang mana ia mendapatkan banyak referensi dari coffee shop Jepang. Dia bercerita kembali, setelah bekerja menjadi barista beberapa bulan dia melakukan perjalanan ke Jakarta, Singapura, Australia dan tempat lainnya untuk mencari referensi tentang bisnis coffee shop. Ada beberapa hal yang menjadi kunci pembelajarannya, seperti kopi itu sendiri, tempatnya, dan vibe nya, atau suasana dan mood dalam didalam sebuah coffee shop itu sendiri.

Baca juga: Kedai Kopi Gubuk Pentjeng, Coffee Shop Bertema Jawa Klasik

Cappucino racikan Steam & Brew sangat nikmat dan tepat menjadi kawan ngobrol kami bersama Lukas pemilik dari Steam & Brew. Obrolan kita berlanjut ke suka duka memiliki sebuah coffee shop. Menurutnya, salah satu keuntungan memiliki coffee shop adalah menambah relasi, apalagi dia juga suka bersosialisasi tentunya itu sangat seru. Untuk dukanya sendiri adalah ketika konsep coffee shopnya bertolak belakang dengan budaya ngopi di Semarang, dimana waktu itu di Semarang tempat ngopi harus luas dan bisa untuk nongkrong, sedangkan konsep Steam & Brew sendiri ingin menyajikan kopi yang berkualitas, makanan ringan yang tidak berat, dan bisa berdiskusi dan chill sebentar terus cabut. Perbedaan tersebut tidak menjadi masalah untuk dia, karena dia ingin menawarkan konsep yang baru mengenai sebuah coffee shop, tentu saja itu berproses dan tidak instan.

Sani(LUDEN) dan Lukas Ryan (Steam & Brew)
Sani(LUDEN) dan Lukas Ryan (Steam & Brew)

Baca juga: Hillside Cafe Lereng Kelir, Sensasi Ngopi Di Lereng Pegunungan

Alasan kenapa Steam & Brew sangat spesial untuk kami karena dia selalu memberikan kopi dengan great special. Sebenarnya menu yang ditawarkan sama seperti coffee shop pada umumnya, seperti long black, cappuccino, filter kopi, tetapi bedanya adalah Steam & Brew memiliki industri roasting sendiri sehingga dia bisa memberikan secangkir kopi yang sangat nikmat karena dia bisa kalibrasi dengan apa yang dia punya, misalkan saat ini air yang ia gunakan adalah Cleo, maka dia berupaya roasting kopi dengan level tertentu agar ketika diseduh cocok dengan air Cleo yang digunakan, hal tersebut tidak mudah karena harus menguasai ilmu kimia, fisika, matematika, dan lain-lainnya.

Dengarkan kisah ini di Spotify

Baca juga: Cara Menyeduh Kopi Menggunakan V60 (Pour Over)

Sungguh inspiratif sekali pengalaman dari Lukas Ryan mengenal kopi sampai memiliki coffee shop sendiri karena banyak sekali yang dapat kita ambil dari pengalamannya. Jika ingin berwirausaha di bidang apapun harus lebih banyak mengulik seputar dunia tersebut, serta kita juga harus mencoba terjun langsung ke dunia tersebut meskipun hanya menjadi karyawan, karena pengalaman di lapangan lebih berguna dari teori-teori yang ada di media, apalagi hanya sekedar “jarene”. Semoga artikel ini bermanfaat untuk kita semua. Nantikan artikel kita berikutnya. Salam rahayu.

Peta Jalan Coffee Shop Steam & Brew Semarang
Peta Jalan Coffee Shop Steam & Brew Semarang

Coffee Shop Steam & Brew Semarang

Jl. Depok No.36 A, Kembangsari, Kec. Semarang Tengah, Kota Semarang, Jawa Tengah 50133

Hari Buka: Senin – Minggu
Jam Buka: 08.00 WIB – 21.00 WIB
Kontak: 0821-3839-8068
Instagram: @steamandbrew.co

Continue Reading

Nur Wahyudi, Pengelola Kedai Kopi Hillside Cafe Lereng Kelir

Perjalanan terakhir kami di dusun Gertas, Kelurahan Brongkol, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang. Kali ini kami bertemu dengan mas Nur Wahyudi, yang merupakan pengelola Hillside Cafe. Kita tahu sebelumnya bahwa coffee shop ini merupakan hasil swadaya para pemuda dusun Gertas. Kebetulan mas Wahyudi lah yang bertanggung jawab untuk pengelolaan kedai ini.

Dengan ditemani secangkir kopi kami memulai obrolan dengan beliau, “Mas boleh ceritakan sejarah Hillside Cafe ini?”. “Dulu pertama itu kan kita bikin obyek wisata (Wisata Lereng Kelir), kita juga punya produk kopi. Nah para wisatawan bertanya, ada produk kopi kenapa kok tidak ada cafe sekalian.”

Nur Wahyudi Pengelola Kedai Kopi Hillside Cafe Lereng Kelir Dusun Gertas
Nur Wahyudi Pengelola Kedai Kopi Hillside Cafe Lereng Kelir Dusun Gertas

Sebelum ada Hillside Cafe, kita tahu Dusun Gertas merupakan penghasil kopi, terutama kopi jenis robusta, bahkan salah satu yang terbaik di kabupaten Semarang. Mereka menjualnya dalam bentuk bubuk maupun biji. Hal itulah akhirnya yang mendasari para pemuda di Dusun Gertas ini untuk membuat coffee shop. Apalagi mereka sudah memiliki sumber dayanya, juga tempat yang bisa dikatakan cocok untuk ngopi.

Dengarkan kisah ini di Spotify

Bangunan Hillside Cafe sendiri menempati tanah ketua kelompok, sementara bangunannya dimiliki bersama oleh kelompok. Dari awal pembangunanya, semua dikerjakan bersama oleh para anggota kelompok. Mendayagunakan bahan-bahan yang ada di sekitar, terutama kayu-kayu yang tidak dipakai.

Baca juga: Coffee Shop Hillside Cafe, Sensasi Ngopi di Lereng Pegunungan

Kami tertarik dengan nama Hillside Cafe, kenapa memilih nama itu. Mas Wahyudi bercerita, “Dulu pertamanya, kita itu bukan Hillside Cafe sebenarnya. Dulu kita namai Kedai Lereng Kelir, cuma karena kawasan Lereng Kelir luas, dan mencakup daerah lain nanti dikira tempat lain.”

Oleh karena itu dipilihlah nama Hillside Cafe, yang lokasinya hanya di Dusun Gertas.

Teras Depan Kedai Kopi Hillside Cafe Lereng Kelir Dusun Gertas
Teras Depan Kedai Kopi Hillside Cafe Lereng Kelir Dusun Gertas

Hillside Cafe dirintis sejak tahun 2018. Bisa dikatakan cukup baru memang, dibanding pengolahan kebun kopi dusun Gertas yang diceritakan oleh Mas Wahyudi sudah dari jaman kakek-neneknya. Untuk jam operasional Hillside Cafe mulai dari jam 14.00 WIB – 22.00 WIB, kadang lebih malah. Beliau menambahkan meski cukup dingin, suasananya cocok untuk menikmati kopi di Hillside Cafe.

Baca juga: Kebun Kopi Lereng Kelir, Penghasil Java Coffee atau Java Mocha

Menyikapi perkembangan coffee shop yang begitu menjamur. Sebagai pengelola beliau berujar, “Kalau coffee shop kan emang banyak, tapi kita berperang bukan soal harga, tapi kreativitas dan karakteristik sendiri-sendiri.” Untuk franchise atau buka cabang di lain tempat, Hillside Cafe tidak menutup kemungkinan untuk itu. Dan membuka peluang bagi semuanya yang mau bekerja sama.

Nur Wahyudi, Pengelola Kedai Kopi Hillside Cafe Lereng Kelir

Hillside Cafe memang cukup jauh dari perkotaan, tetapi memiliki suasana khas pedesaan, udara sejuk, tempatnya juga asri. Tentu saja memiliki suka duka dalam perkembangannya memiliki kedai yang jauh dari keramaian. Diceritakan, dukanya adalah kedatangan pengunjung itu tidak pasti, kadang ramai atau sepi. Sukanya adalah ketika musim durian, bakal banyak tamu setiap harinya yang akan mencari buah durian sambil menikmati kopi di Hillside Cafe.

Dusun Gertas selain penghasil kopi robusta, juga penghasil buah Durian (Durian Brongkol) yang sudah cukup terkenal di kalangan para pecinta buah durian.

Baca juga: Khamidin, Petani Kopi Millenial di Kebun Kopi Lereng Kelir Dusun Gertas

Di awal tadi saya diseduhkan kopi dengan proses pasca panen anaerob strawberry. Kami bertanya mengapa memilih buah strawberry, beliau bercerita selain memang sedang trial proses pasca panen tersebut. Juga sedang mencari buah yang memang cocok dengan karakter kopi Hillside Cafe, dan kebetulan saat ini memakai buah strawberry.

Di beberapa sisi tembok Hillside Cafe juga  terpampang beberapa penghargaan seperti sertifikat dan piala. Kami bertanya kepada mas Wahyudi, “Apa dari sini aktif mengikuti event mas ?”, beliau menjawab, “Kita tiap tahun sering mengikuti event dari KKSI (Kompetisi Kopi Spesialti Indonesia). Agar kita tahu bagaimana kualitas biji kopi yang kita olah.” Menurut beliau dalam mengikuti event/lomba itu juga sebagai tolak ukur, bagaimana hasil olahan kopi Hillside Cafe.

Sani dan Nur Wahyudi Pengelola Kedai Kopi Hillside Cafe Lereng Kelir Dusun Gertas
Sani dan Nur Wahyudi Pengelola Kedai Kopi Hillside Cafe Lereng Kelir Dusun Gertas

Kopi yang dijual di Hillside Cafe, selain untuk di kedai juga menyediakan untuk dibawa pulang. Bahkan macamnya banyak, tidak hanya kopi bubuk, juga melayani penjualan green beans dan roasted beans. Distribusinya juga beragam, untuk roasted beans diminati beberapa coffee shop di sekitar Ambarawa dan Salatiga. Sedangkan untuk kopi bubuk diminati beberapa hotel di daerah Bandungan.

Dengan mesin roasting kapasitas 10 kg produksi kopi Hillside Cafe setahun sekitar 2 ton kopi. Alat ini merupakan bantuan dari Puslitkoka Jember, sangat membantu menurut mas Wahyudi untuk mengembangkan pengolahan kopi dusun Gertas.

Di akhir pembicaraan kami bertanya, bagaimana sudut pandang penduduk sekitar dengan adanya Hillside Cafe. Menurut mas Wahyudi, tidak menjadi masalah bagi penduduk sekitar, meskipun kadang ada keramaian karena adanya kedai ini. Karena selain penduduknya ramah, beberapa penduduk yang memiliki kebun kopi juga terbantu dengan adanya kedai ini, sehingga sedikit mengangkat perekonomian mereka.

Perbincangan dengan mas Wahyudi menutup petualangan kami di dusun Gertas, Kelurahan Brongkol, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang. Banyak hal kami dapatkan di dusun ini, tidak hanya pengetahuan dan saudara baru tapi juga nilai-nilai kehidupan yang mungkin sudah jarang kita temui di kota-kota besar.

Terima kasih mas Wahyudi sudah meluangkan waktunya, semoga selalu sehat dan sukses selalu untuk perkembangn kopi dusun Gertas. 

Salam rahayu.

Peta Jalan Kedai Kopi Hillside Cafe Lereng Kelir
Peta Jalan Kedai Kopi Hillside Cafe Lereng Kelir

Hillside Cafe Lereng Kelir

Gertas, Brongkol, Kec. Jambu, Semarang, Jawa Tengah 50663

Hari Buka: Senin – Minggu
Jam Buka: 14.00 WIB – 22.00 WIB
Kontak: 0857-2716-5681 (Nur Wahyudi)
Facebook: Nur Wahyudi

Continue Reading

Hendro Teguh Prastowo, Berawal Dari Hobi Menjadi Kedai Kopi

Sederhana, ramah dan berilmu adalah deskripsi yang bisa menggambarkan HENDRO TEGUH PRASTOWO pemilik dari kedai kopi Gubuk Pentjeng (Penceng). Duduk berdua bersama beliau sambil menyeruput kopi adalah kesempatan spesial buat saya. Pria asli Solo ini mulai hijrah ke Ambarawa ketika kelas tiga SD dan menetap di Ambarawa sampai sekarang.

Tanpa basa-basi saya melontarkan pertanyaan kepada beliau, “Mas awal mulanya Gubuk Pentjeng itu gimana?” Mulailah dia bercerita. Pada suatu hari beliau membangun sebuah rumah di Ambarawa dengan konsep yang dia suka yaitu klasik serta penuh dengan tanaman hijau yang mana pada saat itu tren desain bangunan condong ke minimalist modern. Beliau memilih konsep tersebut karena memang suka dan ingin tampil berbeda.

Baca juga: Menyeduh Kopi Di Rumah Dikala Pandemi COVID-19

Rumah tersebut berada di salah satu desa di Ambarawa, karena tinggal di kampung pasti sering ada acara rutin seperti kumpulan RT, RW, pengajian dan lain-lainnya. Suatu ketika rumah beliau mendapatkan jatah untuk menjadi tuan rumah di beberapa acara rutin di kampung. Menyadari rumahnya tidak cukup untuk menampung tamu, kerabat dan teman-temannya akhirnya beliau membangun joglo berukuran 5 x 6 meter. 

Joglo yang dia bangun benar-benar menjadi solusi karena mampu menampung banyak tamu, teman dan kerabat yang berkunjung ke tempatnya. Semula berjalan lancar sampai beliau menyadari ketika akan menyuguhkan atau membuat minuman untuk tamu yang datang harus bolak-balik kerumah. Munculah ide cemerlang dari seorang Hendro Teguh yang mana ia berinisiatif membuat dapur kecil di dekat joglo tersebut.

Dengarkan kisah ini di Spotify

Seiring berjalannya waktu, beliau menambah koleksi barang-barang klasiknya dan ditaruh di sekitar joglo. Mas wowok, panggilan akrab beliau mempunyai hobi mengoleksi barang-barang klasik sejak tahun 2016. Berawal dari joglo dan dapur kecil merembet sampai ke toilet, tempat sholat dan lain-lainnya. Pastinya bukan tanpa alasan, karena semua fasilitas tersebut sangat berguna untuk teman dan kerabat yang berkunjung ke tempatnya.

Hampir setiap hari beliau berada di situ untuk menikmati kesunyian dan ketenangan tempat tersebut, memang benar konsep dan penataan yang beliau lakukan sangat tepat sehingga memberi kenyamanan dan ketentraman kepada orang yang berada di situ. Beliau sangat suka dan puas dengan apa yang telah dia buat.

Sekitar Februari 2019 ada seorang teman menyarankan untuk membuka kedai kopi karena beliau memiliki tempat yang sangat nyaman. Awalnya ragu dan menolak, kemudian temannya bilang, “kamu itu egois, memiliki tempat senyaman ini tapi kamu nikmati sendiri, karena semua orang juga berhak menikmati kenyamanan tempat ini”. “Benar juga ya” guman mas Hendro. Akhirnya tidak berselang lama  masih di bulan dan tahun yang sama beliau memutuskan untuk membuka kedai kopi dan Mas Hendro sangat puas karena bisa berbagi kesenangannya kepada orang orang lain sampai saat ini.

Baca juga: Kedai Kopi Gubuk Pentjeng, Damai Di Pinggir Sawah Ambarawa

Kemudian saya bertanya lagi, Mas, kalau untuk nama Gubuk Pentjeng sendiri artinya apa ? Karena buat saya kosakata tersebut sangat unik dan mengena. Sambil tersenyum beliau menjawab, pada suatu malam di tempat tersebut mas Hendro memandang langit Ambarawa yang cerah yang bertabur bintang. Gubuk Pentjeng adalah rasi bintang, beliau berharap Gubuk Pentjeng bisa menjadi tempat untuk berbagi kenyamanan dan ketentraman. 

Intinya beliau mempunyai selera yang ia tuangkan di Gubuk Pentjeng dan ingin membagikan kepada semua yang singgah ke Gubuk Pentjeng. “Mas, saya bisa merasakan ketentraman tersebut” ucap saya dan beliau terbahak-bahak. 

Di penghujung obrolan mas Hendro memberikan saran kepada saya dan teman-teman semua yang ingin membuka bisnis kedai kopi di era pandemi seperti ini. Beliau berpesan lakukanlah riset terlebih dahulu, riset di sini sangat luas, mulai dari lokasi, konsep tempat, target dan kemampuan keuangan. Jangan karena tren semata menjadikan kita gegabah untuk memulainya, karena banyak sekali lini yang perlu diperhatikan dalam membuat atau mendirikan sebuah kedai kopi.

Figur: Hendro Teguh Prastowo, Kedai Kopi Gubuk Pentjeng Ambarawa

Saya mewakili tim Luden sangat berterima kasih kepada mas Hendro yang sudah menyempatkan waktu untuk bisa berbagi ilmu, tidak hanya tentang kopi, tetapi semuanya. Sehat selalu mas Hendro dan sukses selalu Gubuk Pentjeng

Nantikan perjalan Luden berikutnya. Salam rahayu.

Continue Reading