Sumber Cuan Sebagai Barista Bersama Yupaay.

Profesi barista bukanlah hal yang “tabu” bagi generasi sekarang, tetapi absurd untuk mereka yang berumur 35 ke atas. Dengan perkembangan zaman yang begitu pesat, membuat peluang mencari uang semakin banyak dan menciptakan berbagai profesi baru bermunculan.

Kali ini saya berkunjung kembali ke D’Saben Ambarawa, dimana itu adalah coffee shop terbaik di kota Palagan. Selain kopinya yang enak, mereka juga menyuguhkan pemandangan alam yang indah. Sedikit terlalu “gasik”, saya tiba di lokasi jam 9.30, sedangkan D’Saben sendiri buka jam sepuluh pagi.

Baca juga : D’Saben Ambarawa, Ngopi Enak dengan Pemandangan Indah

Ketika saya tiba di lokasi, para “crew” dari kedai kopi tersebut sedang prepare untuk buka. Kemudian saya disambut ramah dan dipersilahkan duduk untuk menunggu sebentar. Saya sangat salut dengan pelayanan mereka, meskipun belum buka, tetapi mereka tetap ramah kepada konsumen yang datang kepagian seperti saya.

Aktivitas “opening” sebuah kedai kopi merupakan pemandangan yang seru. Setelah persiapan selesai, kemudian seorang barista menuju area bar untuk melakukan kalibrasi espresso. Hal tersebut juga dilakukan oleh coffee shop profesional lainnya untuk menjaga kualitas kopi sebelum disajikan ke konsumen.

Baca juga : Mengenal Kalibrasi Espresso Untuk Barista Pemula

Yupaay sedang kalibrasi

Setelah semuanya siap, kemudian mereka menghampiri saya dan bertanya dengan ramah. “Mau pesan apa mas ? kita sudah ready”. “Hot Latte mas”, jawab saya. Kemudian sang barista mulai meracik minuman tersebut. Saya pindah duduk di teras kedai, karena itu adalah spot terbaik disini ketika pagi dan sore hari. 

Duduk di kursi kayu dengan pemandangan hamparan sawah, serta baground gunung nan gagah adalah suasana yang saya kangenin dari D’Saben Ambarawa. Tidak berselang lama, kemudian sang barista tadi datang sambil membawa secangkir hot latte pesanan saya. “Silahkan kopinya mas, sendirian saja?”, tanya dia. “Makasih mas, iya nih sendirian, sini hlo duduk ngopi bareng”, jawab saya. “Ok mas, tak bikin kopi dulu, biar sama, hehe”, jawab dia lagi.

Baca juga : Beberapa Hal yang Harus Diperhatikan Saat Membuat Hot Latte

Kemudian dia kembali lagi dan kami berdua ngobrol seru ditemani kopi yang enak. Ternyata dia adalah head bar disini, pantesan racikan kopinya enak sekali. Yupaay panggilannya, dan dia sudah terjun di industri kopi sejak akhir 2018. 

Dia bercerita banyak mengenai suka duka terjun di bidang kopi, terutama menjadi seorang barista. Karirnya berawal dari barista junior di sebuah coffee shop ternama di Semarang dan sekarang menjadi head bar di D’Saben Ambarawa. Setiap fasenya memiliki tantangan tersendiri dan dia menikmatinya. 

Mengontrol SDM, seperti barista dan kitchen adalah tantangan saat ini yang sedang dihadapi oleh pemilik nama asli Yopi Tegar Abadi ini. Semakin tinggi levelnya menjadikan tanggung jawabnya juga semakin besar Hal tersebut tidak hanya untuk barista, tetapi semua profesi juga seperti itu. 

Baca juga : Membahas Profesi Barista Bersama Inggrit Candra

Belajar dan sharing kepada sesepuh yang lebih berpengalaman adalah jalan ninja yang ia lakukan untuk memecahkan masalah ini. Saya sangat setuju, karena belajar dari mereka yang sudah berpengalaman adalah salah satu pilihan yang tepat. Kemudian saya bertanya. “Mas, selain dari gaji di tempat kerja, sebagai profesi barista bisa dapat uang dari mana lagi?,

Riset and Develop Menu

Sambil menghisap rokoknya, ia mulai bercerita. Sebagai seorang barista sebenarnya banyak sekali peluang untuk mencari uang, dimana salah satunya adalah riset and develop menu di beberapa coffee shop. 

Dia pernah melakukan hal tersebut. Selain mendapatkan uang, tetapi juga menambah portofolio dan menguatkan “branding personal” sebagai seorang barista. Tidak bisa dipungkiri jika nama baik sangat diperlukan dalam profesi ini.

Buka Kedai Kopi

Kemudian Yupaay bercerita bahwa memiliki kedai kopi adalah salah satu cita-citanya. Kali ini ia sedang persiapan untuk mewujudkannya dengan konsep “koling”. Mungkin dalam waktu beberapa bulan kedepan sudah mulai beroperasi.

Memiliki kedai kopi sendiri dan bekerja di coffee shop bukanlah sebuah kesalahan, selama mampu membagi waktu dan tetap profesional. Kerja di coffee shop dan di kemudian hari bisa membuka sendiri dan sukses adalah hal yang tidak mustahil, karena sudah banyak sekali contohnya. Tetapi jika kerja di bank, dan kemudian ingin membuka bank sendiri mungkin agak susah. Hehehe.

Baca juga : Tips Cuan Buka Coffee Shop tahun 2024

Punya Brand Roast Bean Sendiri

Yupaay juga bercita-cita ingin mempunya produk roast bean sendiri. Mungkin diisini nantinya akan menjadi salah satu jalur idealisnya. Dia ingin menjual kopi dengan karakter yang disukainya.

Saya sangat setuju dengan poin ini. Kopi tidak pernah salah dan akan menemukan penikmatnya sendiri. Salah satu faktanya adalah betapa dihinanya kopi robusta kala itu, tetapi sekarang kopi tersebut terus banyak penikmatnya dan harganya juga ikut melambung.

Baca juga : Lebih Dekat Dengan Kopi Robusta, Kopi Yang Terus Naik Harganya

Sukses selalu Yopi Tegar Abadi aka Yupaay. Sampai jumpa di artikel selanjutnya. Salam rahayu.

Continue Reading

Keseruan Profesi Seorang Barista Bersama Natasha Rebecca

Kali ini saya berkesempatan untuk berkunjung kembali ke Sunkop Ambarawa, dimana mereka merupakan salah satu coffee shop yang sedang naik daun di kota palagan ini. Beberapa sumber terpercaya mengatakan bahwa Sunkop Ambarawa adalah coffee shop yang berani dan mampu mengenalkan dan mengedukasi ke masyarakat sekitar mengenai tren terbaru seputar dunia perkopian.

Baca Juga : Review singkat Sunkop Kopi Ambarawa

Sekilas tidak ada yang berbeda dari sunkop kopi ketika saya memarkirkan kendaraan tepat di depan coffee shop ini. Bangunan dua lantai dengan ruangan indoor yang didominasi beberapa kaca yang besar masih sama dengan beberapa waktu yang lalu, begitu pula area lantai dua nya.

Tanpa berlama-lama saya langsung masuk melewati pintu kaca besar. Suasana di dalam sini juga tidak jauh berbeda. Secara umum penataan ruangan ini masih sama, tetapi ada beberapa detail kecil yang sudah berubah dan itu semakin membuat nyaman ketika berada disini.

Indoor Sunkop Ambarawa
Indoor Sunkop Ambarawa

Sesampainya di meja bar saya langsung disambut dengan ramah oleh sang barista dan ternyata dia adalah head bar disini. Kali ini saya sungguh beruntung, karena tujuan saya datang kesini adalah ingin bertemu dengan head bar dari sunkop kopi, karena dia merupakan salah satu aktor dari berkembangnya industri kopi di Ambarawa.

Natasha Rebecca namanya. Saya dibuat kagum dengan keramahan dan kecakapannya dalam berkomunikasi dengan konsumen. Setelah mendapatkan penjelasan yang simpel tetapi mudah dimengerti, maka saya memutuskan untuk memesan mocktail dengan nama “Voldemort”.

Sunkop kopi merupakan salah satu coffee shop yang berani menyediakan kursi di depan meja bar. Menurutku itu sebuah nilai plus jika bisa memanfaatkan dengan benar, akan tetapi akan menjadi blunder yang sangat fatal jika tidak dipersiapkan dengan baik. Kebanyakan konsumen yg duduk di depan meja bar pasti akan lebih banyak berkomunikasi dengan barista, jadi pemilihan barista yang tepat sangatlah penting dilakukan oleh pengelola kedai kopi.

“Boleh duduk disini sambil ngobrol ?”, tanyaku. Dengan sangat ramah Natasha menjawab “Silahkan, dengan senang hati”. “Ceritain dong kok bisa jadi barista ?” tanyaku kembali. Sambil tersenyum ramah dia mulai bercerita.

Sudah satu setengah tahun ini Natasha yang merupakan mahasiswa Destinasi Pariwisata Universitas Kristen Satya Wacana ini bergelut di bidang seduh-menyeduh kopi dan tentu saja sudah melewati banyak proses yang seru. Untuk pertama kali dia langsung pegang mesin espresso, kemudian baru pegang manual brew seperti V60.

Dia mengungkapkan bahwa dua aliran seduh tersebut memiliki tantangan dan keunikannya masing-masing. Ketika membuat espresso dituntut untuk menghasilkan kopi yang sempurna, yaitu tidak under maupun over ekstraksi. Kemudian dalam menyeduh manual brew dibutuhkan logika dan fokus tinggi supaya rasa biji kopi tersebut bisa keluar.

Baca juga : Perbedaan espresso based dengan manual brew

Natasha Rebecca Head Bar Sunkop Ambarawa
Natasha Rebecca Head Bar Sunkop Ambarawa

Sambil melihat natasha menyeduh minuman, saya lanjut bertanya. “Apa sih serunya menjadi barista ?” “Banyak sekali”, dia menjawab dengan bangga. Untuknya, menjadi barista sangat seru, karena banyak sekali yang bisa di ulik dan ternyata hal tersebut sejalan dengan karakternya yang penasaran.

Menurutnya, menjadi barista terutama dalam membuat minuman mixology terasa seperti seniman. Maksudnya barista bisa berkarya dan bercerita melalui kanvas yang berupa minuman. Ketikan karya minuman tersebut bisa diterima dengan puas oleh konsumen, maka hal tersebut menjadi kepuasan tersendiri.

Komunikasi serta pembawaan yang nyaman ke konsumen sepertiku, membuat saya yakin dia merupakan barista profesional yang patut menjadi contoh. “Selamat lho sudah bisa tembus perempat final Barista Innovation Challenge”, ujarku. Sambil tersipu malu dia menjawab “terima kasih, ini juga berkat tim ku dan support orang-orang terdekat”.

Sebelum mengikuti event sebesar itu tentu saja bukan sesuatu yang instan, karena sebelumnya dia juga sudah beberapa kali mengikuti event dengan skala yang lebih kecil yang membuat persiapan lebih matang dan jam terbangnya makin tinggi. Untuk kedepannya dia masih ingin mengikuti event-event yang lainnya dengan tujuan untuk melihat seberapa jauh kompetensinya.

“Sekarang giliran voldemort mu yang tak bikin mas, sorry ya tadi orderan rame”, kata si Natasha. “Ok siap”, jawabku. “Es kopi susu dan sekarang mocktail, terus menurutmu trend kedepan seperti apa ya ?”, tanyaku.

Sambil meracik “voldemort”, natasha bercerita. Menurutnya mungkin trend industri kopi akan sama dengan trend di industri lainnya, yaitu mengenai sustainability. Seperti yang sudah dia dan sunkop lakukan, yaitu dengan memanfaatkan ampas kopi seduhan espresso menjadi cookies. Kemudian dalam membuat pastry dan cake, dimana putih telurnya tidak dipakai dan bisa dimanfaatkan untuk layer minuman. 

Natasha Rebecca in action
Natasha Rebecca in action

Akhirnya “voldemort” saya sudah jadi. Menu ini salah satu varian mocktail yang tersedia dan patut dicoba ketika kalian mengunjungi Sunkop kopi Ambarawa. Biasanya setiap kedai kopi akan memanfaatkan beberapa bahan baku yang banyak disekitarnya ke dalam racikan minumannya, sehingga setiap coffee shop memiliki menu mocktail masing-masing dan tidak ada di tempat lain.

Baca juga : Mengenal Kopi Mocktail, Tren Minuman Kopi ala Cocktail

Voldemort” racikan natasha yang disajikan kepada saya merupakan campuran kopi kintamani dengan beberapa rempah – rempah, kemudian kombinasi sirup elder dengan gentian root mendapatkan rasa bitter sweat yang seimbang. Aroma orange dan flower akan terasa ketika dihirup. Sungguh kepuasan tersendiri menikmati minuman yang satu ini.

“Voldemort racikan” Natasha Rebecca
“Voldemort racikan” Natasha Rebecca

Terima kasih sekali untuk Natasha Rebecca yang sudah berbagi pengalaman, sukses selalu dan ditunggu karya-karya minuman lainnya. Untuk kalian yang sedang di Ambarawa maupun sedang melintas, wajib untuk mampir ke Sunkop untuk menikmati pengalaman yang seru. Sampai jumpa di artikel selanjutnya. Salam rahayu.

Continue Reading

Membahas Profesi Barista Bersama Inggrit Candra

Kali ini saya akan bertemu dengan salah satu barista yang sedang naik daun dan patut diperhitungkan, karena dia merupakan salah satu orang yang mahir dalam meracik kopi dan sangat berkontribusi dalam perkembangan industri kopi di Magelang dan sekitarnya. Inggrit Candra namanya, kami berdua sudah janjian untuk bertemu di Cupfine Coffee Magelang.

Jam sebelas siang saya tiba di cupfine coffee, dimana kedai kopi ini pernah saya kunjungi dan merupakan coffee shop dengan kualitas produk terbaik di kota Magelang. Tanpa berlama – lama saya langsung naik ke atas menuju meja bar untuk memesan secangkir kopi.

Baca Juga: Review Cupfine Coffee Magelang

Sesampainya di meja bar saya langsung disambut ramah oleh barista disini, dimana hal tersebut  tidak bisa saya dapatkan di beberapa coffee shop lainnya. Langsung saja saya memesan secangkir hot latte dan menanyakan ke sang barista, “Apakah mas Inggrit Candra sudah disini ?” dan kemudian langsung dijawab “sudah mas, orangnya lagi di kamar kecil”.

Tidak berselang lama kemudian seseorang dengan penampilan rapi masuk ke ruangan bar. “Hla ini mas Candra,” ucap sang barista. Mas – mas berpenampilan rapi tersebut langsung menjabat tanganku dan dengan sangat ramah memperkenalkan diri ke saya.

Kita ngobrol disana aja yuk mas, sambil ngrokok santai, ajak mas candra. OK siap mas, saut saya.

Inggrit Candra (barista)
Inggrit Candra (barista)

“Mas ceritain dong perjalanan karir mu sampai bisa menjadi barista profesional seperti sekarang”, tanya saya. Sambil membakar sebatang rokok, beliau mulai bercerita. Saya itu asli Tenggarong, Kalimantan Timur. Kemudian SD sampai SMA di Magelang.

Lulus SMA saya langsung merantau di Jakarta dan terjun ke industri film. Waktu itu saya bergabung dengan saudara saya yang bernama Iqbal Rais dan sayangnya beliau meninggalkan kita lebih dulu, sehingga kita tidak bisa melihat lagi karya – karya besarnya. Iqbal Rais merupakan sutradara muda dengan karya – karya yang sangat memukau, seperti The Tarik Jabrix, Si Jago Merah, dan saya ikut langsung di salah satu projeknya dengan karya Ku Pinang Kau Dengan Bismilah.

Setelah itu lanjut merantau lagi ke beberapa kota besar, seperti Surabaya, Gresik, sempat balik lagi ke Kalimantan, dan akhirnya balik lagi ke kota Magelang. Banyak sekali pengalaman ketika merantau, seperti menjadi fotografer dan videografer, terjun di bidang properti, kemudian menjadi mitra kerja dari BPN (Badan Pertanahan Nasional) dengan kesibukan blusukan ke daerah – daerah terpencil untuk melakukan pengukuran tanah.

Tiba – tiba sang barista dari cupfine coffee datang sambil membawakan pesanan saya, “silahkan mas, ini hot lattenya, selamat menikmati”, ucap sang barista. Ok makasi mas, saut saya. Kemudian saya bertanya ke mas Candra, “Kalau mengenal dunia kopi sendiri sejak kapan mas?”, tanya ku.

Kemudian beliau lanjut bercerita. Dari SMA saya sudah mengenal kopi dan puncaknya ketika saya bekerja, dimana kopi menjadi minuman favorit untuk menunjang pekerjaan. Pada suatu hari saya mendapat telepon dari teman di Yogyakarta untuk membantu mengelola coffee shop nya. Saat itu saya belum jadi barista, sehingga membantu mengelola SDM serta sistem operasionalnya supaya bisnis berjalan dengan lancar.

Dari situlah saya mulai lebih dalam mengenal kopi, karena untuk menjalankan sebuah bisnis harus mengetahui semua informasi mengenai bisnis tersebut. Kendala di Yogyakarta saat itu adalah profesi barista kurang dihargai dan baristanya sendiri pun tidak tahu apa yang dia kerjakan. Jadi salah satu alasan saya menjadi barista adalah ingin mengangkat derajat profesi barista.

Setelah saya rasa coffee shop milik teman sudah berjalan dengan lancar, maka saya putuskan untuk berhenti. Tidak berselang lama setelah berhenti, kemudian saya mendapat telepon dari temannya saudara untuk membuatkan sebuah coffee shop di Ungaran dan masih buka sampai sekarang dengan nama “he’e kopi”.

Di Ungaran saya hanya membantu untuk develop awal saja, seperti model bangunan, konsep bar, workflow, dan untuk menu membeli dari orang lain, karena waktu itu masih dalam proses belajar.

Seketika mas Candra menyeletuk, “omong – omong kopimu sudah habis hlo mas, gimana rasanya?” Enak banget mas, ngopi enak sambil mendapat cerita inspirasi itu sesuatu banget mas, saut saya. Hahaha,, balas mas Candra. “Siang – siang gini tak buatin mocktail mau ya mas?”, tanya mas Candra. Ok to ya mas, balas saya mantap tanpa ragu sedikitpun.

Inggrit Candra membuat mocktail
Inggrit Candra membuat mocktail

“Ini mas diminum”, ucap mas Candra sambil menyodorkan secangkir minuman mocktail. “Makasi mas”, ucap ku dan langsung aku minum. “Waaahh, hla kok enak mas?” Teriak saya. “Hehehe, makasi mas, yok lanjut ngobrol”, saut mas Candra.

Kemudian kami berdua mulai membakar batang rokok yang kesekian kalinya, sungguh ngobrol dengan beliau sangat asyik dan tidak pelit ilmu. “Oh iya mas, kalau untuk jadi head bar di cupfine coffee sendiri gimana ceritanya?”.

Mas candra mulai bercerita, jadi pada suatu hari saya berkomunikasi dengan salah satu sahabat terbaikku ketika SMP yang bernama William Pramomo untuk nongkrong, karena sudah lama sekali kami tidak bertemu. Kami berdua memutuskan untuk bertemu di kedai Coffeetography, tetapi baru saja duduk dan belum ada sepuluh menit, temanku mendapat telepon dan langsung berpamitan pulang.

Besoknya lagi william menelpon ku untuk bertemu. Akhirnya kita bisa bertemu dan saling bertukar cerita, memang kami berdua sudah sibuk dengan bisnis nya masing – masing. “Kemarin aku ditelpon orang tuaku untuk ngurusin ruko yang akan dibuat coffee shop”, ungkap William ke mas Candra.

Beberapa menit kemudian William mulai teringat jika mas Candra memiliki pengalaman di dunia perkopian, terutama coffee shop dan langsung ngomong ke mas Candra “Bantuin yuk”.

Kemudian mas Candra mengiyakan tawaran sahabat lamanya tersebut, tetapi dengan satu syarat yaitu tidak usah dibayar, karena belajar dari pengalaman mas Candra tidak ingin kehilangan teman lagi karena uang. “Berapapun uang yang kamu kasih bakal tak tolak, tetapi bakal tak bantu seratus persen membangunkan coffee shop mu sampai selesai”, ucap mas Candra ke mas William. Seketika William marah sejadi – jadinya ke aku, kata mas Candra sambil ketawa kecil.

Akhirnya orang tua mas William turun tangan langsung dan bilang ke mas Candra “tolong dibantu ya”. Oke bakal aku bantu, tetapi jika ada uangnya, maka jadikan aku pegawaimu, jadikan aku barista, jangan manajer, atau yang lain – lainnya, ungkap mas Candra. William masih saja ngotot, ilmu kamu itu banyak, kamu gak usah nge bar lagi, kamu cukup dibalik layar saja, “Nggak, aku ingin nge bar”, ungkap mas Candra.

Setelah setuju, akhirnya mas candra dan mas william mulai mempersiapkan konsep yang matang untuk coffee shop ini. Mulai dari model bangunan, interior, menu, dan tim yang tepat. Maka lahirlah cupfine coffee, sebuah coffee shop dengan konsep industrial pertama di Magelang dan masih terus berkembang sampai sekarang.

Baca juga: Ruwat Coffee, Coffee Shop Industrial di Boyolali

Konsep yang sangat terasa adalah meja bar yang sangat friendly, maksudnya kita mengetahui apa yang dipesan konsumen dan konsumen tahu apa yang kita buat. Suatu konsep yang baru di suatu daerah pastinya mendapatkan pro dan kontra, begitu pula dengan konsep yang mas Candra tawarkan. Ada beberapa konsumen yang berkomentar kopi kok mahal? kopi kok detail banget?

Sebenarnya mas Candra ingin mengenalkan budaya baru bahwa kopi itu tidak melulu pahit dan manis, tetapi setiap kopi memiliki rasa masing – masing. Mas Candra memberikan contoh meskipun memiliki perbedaan yang nyata, tetapi kopi manual brew dan espresso based bisa dideskripsikan dan dirasakan.

Baca juga: Perbedaan Manual Brew dengan Espresso Based

“Mas yang tadi tentang keinginan mengangkat derajat profesi barista itu gimana ?”, tanya saya. Sambil menyeruput mocktail, mas Candra mulai bercerita. Sebenarnya profesi barista itu layak disandingkan dengan profesi karyawan formal lainnya. Tidak bisa dipungkiri profesi barista memang masih awam untuk masyarakat kita, tetapi mirisnya adalah para pelaku bisnis di industri kopi sendiri yang melabeli profesi barista itu tidak berharga.

Sebagai contoh nih, kita tau bukan jika karyawan bank, BPR, dan koperasi itu sama ? yang membedakan hanya jangkauan pasar, strata, grade, resiko, tetapi secara sistem, SOP dan workflow nya sama. Harusnya warung kopi juga begitu, entah itu mulai dari kedai rumahan sampai coffee shop yang proper itu sama, tetapi kenyataannya banyak sekali para pemilik bisnis kedai kopi dengan mudahnya melabeli “barista” tanpa mengetahui apa itu barista.

Terutama untuk pemilik kedai kopi yang cuman mengikuti tren dan fokus mencari untung, terkadang mereka mencari orang yang penting bisa bikin kopi kemudian dengan gampangnya mereka sebut itu barista, bukannya itu membunuh industri kopi itu sendiri ? Saya setuju banget dengan argumen mas Inggrit Candra yang satu ini.

Selanjutnya untuk para barista itu tersendiri masih banyak yang kurang percaya diri dengan profesi barista, ungkap mas Candra. Sebagai contoh mas Candra sering menjumpai barista di tempat yang proper dengan konsultan yang mahir, tetapi jika ditanya selalu jawabnya “cuman nggawe wedhang, cuman asah – asah”. Jika barista sendiri tidak berani mengangkat profesi barista, terus mau sampai kapan profesi barista bisa dihargai?

Kemudian masih banyak kita jumpai barista yang memiliki sedikit wawasan mengenai profesi barista itu sendiri, seperti pengetahuan tentang bahan baku, kualitas, higinis, dan hospitality. Mas Candra lanjut bercerita, saya sampai detik ini bukanlah hal yang instan, semua butuh proses. Saya dulu juga ambil kelas kopi dari intermediate sampai manajemen coffee shop untuk menambah ilmu serta wawasan yang lebih luas mengenai barista.

Baca juga: Profesi Barista Menghidupi Kah? Bersama Andre Rivaldo

Barista itu adalah profesi yang layak, bukan profesi yang rendahan. Menjadi barista itu komplek. Barista dituntut tampil maksimal, karena melayani tamu dan bertemu banyak orang. Saat ini banyak owner coffee shop membayar murah gaji barista, bahkan dibawah UMR, tetapi menuntut barista selalu berpakaian yang bagus, sepatu yang bagus, mood yang bagus, bau badan yang wangi, rambut yang rapi dan pakai pomade. Situ sehat ? Saya tertawa lepas mendengar itu dan sangat setuju sekali dengan ini.

Ngobrol bareng Inggrit Candra merupakan salah satu pengalaman yang seru, karena banyak sekali yang yang bisa aku pelajari. Terima kasih mas Inggrit Candra, sukses selalu. Sampai jumpa di artikel selanjutnya. Salam rahayu.

Continue Reading

Profesi Barista, Menghidupi Kah? Feat Andre Rivaldo

Muda, supel dan passionate, itulah yang sekilas kami lihat dari Andre Rivaldo seorang barista profesional. Pemuda kelahiran Palembang, 26 April 1999 ini sudah lebih dari 4 tahun menggeluti profesinya. Meski lahir di Palembang, pemuda ini sering bolak-balik  Palembang-Ambarawa, kebetulan keluarga Ibunya asli orang Ambarawa. Hingga akhirnya mulai pertengahan kelas 3 SMP barulah sepenuhnya pindah di Ambarawa.

Ditemani kopi hasil seduhannya, kami ngobrol dan sharing banyak hal. Diceritakan awal mulanya dia bukanlah penikmat kopi, mengenal kopi ya hanya kopi sachet. Baru ketika lulus SMK dan ada kesempatan magang di hotel, kebetulan Andre ambil penjurusan Pariwisata. Barulah dia mengenal espresso based, seperti cappuccino, latte ataupun americano.

Dengarkan kisah ini di Spotify

Mengenal manual brew, pemuda ini mendapatkannya dari kedai-kedai kopi di sekitar Ambarawa, seperti Ludens dan 10.5 Coffee. Dia bercerita ketika pertama icip kopi manual brew, rasa yang didapat tidak cuma pahit, ada juga rasa asam. “Kupikir cuma pahit hlo mas kopi asli itu, ternyata ada rasa asam juga. Seketika mindset saya berubah soal kopi.”

Baca juga: Cara Menyeduh Kopi Dengan Teknik Pour Over Menggunakan V60 (Manual Brewing)

Kami lalu bertanya, “Pertama icip kopi single origin gimana rasanya, dibanding kopi sachet ?”. “Kaget ya mas, kopi sachet kan cenderung manis, sudah dicampur gula kan. Ketika icip manual brew, kompleks rasanya ternyata tidak cuma pahit, bisa dikatakan kaya rasa. Bahkan semakin sering nyoba, ketemu rasa-rasa yang lain entah fruity atau floral, dll”, begitu jawabnya.

Awal mula menjadi barista, Andre bercerita dari ketidaksengajaan. Ada pengalaman unik ketika magang di hotel jadi waitress, bahkan trauma ketika harus pegang tray. Ketika breakfast satu tray yang berisi 30 cup teh kesenggol salah satu tamu, akhirnya jatuh dan pecah semua. Akhirnya dari situ memutuskan tidak mau lagi bekerja yang berhubungan dengan tray.

Kemudian setelah setengah bulan jobless, ditawari lah dia oleh teman untuk menjadi barista di salah satu coffee shop di Semarang. Dari penikmat akhirnya mulai memulai menjadi penyeduh. Mau tidak mau akhirnya harus sambil belajar, seperti bagaimana rasio kopi yang pas, komposisinya seperti apa ketika membuat latte atau cappuccino, dan lain sebagainya.

Diceritakannya ketika pertama kali belajar menyeduh kopi, Andre dituntut untuk bisa mengoperasikan mesin espresso. Seiring berjalannya waktu, barulah sambi mulai belajar manual brew. Menurutnya menyeduh kopi menggunakan mesin dan manual brew sama susahnya. Hanya saja aspek yang perlu diperhatikan dalam manual brew lebih kompleks daripada menggunakan mesin. Intinya mungkin seorang barista akan sangat berpengaruh dalam manual brew, begitu Andre menambahkan.

Baca juga: Mengenal Perbedaan Kopi Espresso Dan Manual Brew

Andre Rivaldo (Barista) dan Sani (LUDEN)
Andre Rivaldo (Barista) dan Sani (LUDEN)

Baca juga: Mengenal Sejarah dan Komponen-komponen dari Mesin Espresso

Kami bertanya, “Enak gak sih jadi seorang barista ?”. “Enaklah mas, nyaman, saya juga betah dan bertahan sampai sekarang”. Oh ya, saat ini Andre jadi barista di Tanamera Coffee, yang berlokasi di Tentrem Mall, Semarang. Menurutnya saat ini profesi barista memang menjadi tren, terutama untuk kalangan anak millennial sekarang ini. Apalagi profesi ini tidak memerlukan ijazah yang tinggi ujarnya. Yang penting punya attitude yang baik, mau belajar soal kopi, belajar komunikasi, bisa menggeluti profesi ini.

Untuk pengalaman unik selama jadi barista, Andre berbagi cerita, hal yang paling menyenangkan baginya se-simple ketika seduhannya disukai oleh customer. Di lain waktu juga ketika customer tidak tahu apa yang mereka pesan, seperti apa sih itu espresso. Nah, di sini ilmu komunikasi sekarang barista sangat membantu, paling tidak memberi gambaran, kopi seperti apa yang mereka pesan.

Secara personal, Andre sangat menyukai latte art. Menjadi kepuasan tersendiri ujarnya ketika latte art-nya disukai oleh para customer. Apalagi ketika mereka membawa anak kecil, dan diperlihatkan, merasa sangat diapresiasi hasil latte art-nya.

Andre juga berujar, seorang barista itu bisa dikatakan ujung tombak sebuah coffee shop. Diibaratkan bar tempat mereka menyeduh adalah panggung mereka. Di situ seorang barista harus mempunyai cara komunikasi yang baik, juga menjadi marketing. Hal ini tentu saja akan berpengaruh pada omset penjualan coffee shop.

Sani dan Andre Rivaldo
Sani dan Andre Rivaldo

“Ada tips gak sih, untuk membedakan customer itu bisa diajak ngobrol atau tidak ?”. Menurutnya untuk mengetahui customer yang dihadapi seperti apa, tentu menyesuaikan, dan jam terbang dalam hal komunikasi tentunya. “Bahkan bisa dilihat seorang customer sedang bad mood, atau lain sebagainya. Yang penting istilahnya kita memberi perhatianlah pada mereka”, begitu dia menambahkan.

Menyikapi tren kopi yang selalu berganti, dari manual brew, latte art, dan sekarang yaitu kopi susu yang bisa dikatakan industrinya sangat menjamur dan tidak masuk akal. Andre berujar sekarang mulai akan ke tren coffee mocktail. Di kompetisi nasional bahkan ada cabang lombanya, selain lomba cupping, barista brewer, latte art, cabang ini disebut coffee in good spirit.

Baca juga: Membuat Signature Coffee Mocktail Es Kopi Kayu Manis

Tetapi menurutnya tren kopi susu juga tidak salah, malah seperti media komunikasi untuk memperkenalkan kopi yang sebenarnya. Ini pun juga membantu petani dalam hal ekonominya. Apalagi kita tahu tidak semua petani bisa masuk industri kopi specialty, yang tentunya punya standarisasi. Nah lewat tren kopi susu ini sangat membantu petani menjual biji kopi mereka.

Baca juga: Steam & Brew Semarang, Coffee Shop dengan Konsep Minimalis dan Menu Andalan Kopi Spesialti

Andre juga bercerita ternyata di sekitar tempat tinggal nya, perkebunan kopi dan roastery mulai marak. Seperti daerah Kelir, Gedong Songo, Telomoyo, Gunung Ungaran, dan lainnya. Bahkan dia kepikiran punya ide untuk melakukan fun cupping. Paling tidak supaya bisa saling mengenal satu sama lain yang berkecimpung di dunia kopi lokal di daerah sekitar.

Andre Rivaldo Barista Profesional dari Ambarawa

Sudah menjadi barista lebih dari 4 tahun, tentu kami ingin tahu, bisa gak sih profesi barista untuk dijadikan mata pencaharian utama untuk berumah tangga. Andre berujar, di awal dia memang sempat overthinking, cuma di bar apakah bisa untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Industri kopi luas, dari barista bisa menjadi banyak hal, seperti konsultan dan industri di belakangnya. Jadi bisa dikatakan, profesi barista sangat cukup untuk menghidupi keluarga.

Baca juga: Menyeduh Kopi Di Rumah Dikala Pandemi COVID-19

Suka duka menjadi barista sangat beragam, untuk sukanya dia berujar, seperti dapat kopi gratis, ketemu orang yang beragam. Challenging, seperti bisa menjadi marketing atau story teller, paling tidak mengetahui single origin dari mana dan bagaimana kita menyeduhnya. Untuk dukanya, masih ada segelintir orang masih meremehkan profesi barista. Padahal dari profesi ini bisa merambat ke profesi lain dalam industri kopi yang tentunya lebih menjanjikan.

Terima kasih Andre Rivaldo untuk obrolan dan sharing-nya. Sehat selalu, sukses kedepannya dan segala cita-citanya semoga kita bisa kolaborasi lagi. Salam rahayu.

Baca juga: Kisah Septian Iqbal Dari Barista Menjadi Coffee Roaster

Continue Reading