Antep Rosit (Kopi Simon Gayeng) Petani Kopi Genting Jambu Kab. Semarang

Kecamatan Jambu di Kabupaten Semarang merupakan salah satu saksi bisu sejarah masuknya kopi di Indonesia, dimana tanaman kopi disini sudah ada sejak jaman kolonial Belanda. Kali ini kami mengunjungi desa Genting yang merupakan salah satu penghasil biji kopi terbaik dari daerah Jambu, Kabupaten Semarang.

Kesempatan kali ini kami berbincang dengan salah satu petani kopi desa Genting yang bernama Antep Rosit, atau biasa dipanggil mas Simon. Beliau merupakan salah satu orang yang paling berkontribusi dalam perkembangan hasil kopi di desa ini. Meskipun berstatus pendatang dari Temanggung, tetapi kecintaannya dengan desa Genting mampu mengangkat hasil kopi disini.

Antep Rosit Petani kopi desa Genting
Antep Rosit Petani kopi desa Genting

Tahun 2007 Antep Rosit mempersunting gadis asli desa Genting dan menjalin hidup berumah tangga di desa ini. Keluarga sang istri memiliki kebun kopi yang sudah ada sejak lama, dimana kebun tersebut terdapat beberapa jenis tanaman kopi.

Lahir dan besar di Temanggung menjadikan mas Simon sedikit banyak mengetahui seluk beluk perkebunan kopi, meskipun dahulu bukan seorang petani. Sejak awal dia sudah menyadari jika tanaman kopi milik keluarga istrinya di desa Genting tidak dikelola dengan baik.

Tahun 2008 merupakan kali pertama Mas Simon memanen kopi di Desa Genting. Tanaman kopi disini sungguh tinggi dan sangat menyusahkan ketika memetik biji kopi. Beliau harus menarik ujung tanaman kopi dan mengikatkan tali yang kemudian disisi lain dari tali tersebut dikaitkan dengan pohon yang lebih rendah untuk mempermudah proses panen. Dari pagi hari sampai sore hanya mampu mengumpulkan 43 kg biji kopi.

Melihat hasil kopi yang tidak maksimal, maka mas Simon memutuskan memilih melakukan kegiatan lainnya. Pada tahun 2014 merupakan titik awal mas Simon ingin fokus mengurus tanaman kopi, karena beliau melihat tanaman kopi di desa ini memiliki potensi yang bagus. 

Menurut mas Simon jalan terbaik mengajak petani desa untuk fokus mengelola tanaman kopi adalah dengan memberi contoh, maka beliau berinisiatif untuk mulai berubah dari diri sendiri. Hal pertama yang ia lakukan adalah dengan memangkas tanaman kopi supaya tidak tinggi.

Sempat diremehkan orang sekitar ketika memangkas pohon kopi, tetapi pada tahun berikutnya, yaitu tahun 2015 kebun kopi beliau mampu menghasilkan 82 kg. Kemudian pada tahun 2016 meningkat menjadi 100 kg, tahun 2017 menghasilkan 200 kg, dan tahun 2018 mampu menyentuh angka 300 kg. Dari situ para petani desa mulai tertarik fokus dengan tanaman kopi.

Pada tahun 2019 beliau mengikuti sebuah pelatihan kopi di Selo, Boyolali dengan pembicara pak Sukiman dari Petruk kopi. Karena rasa penasaran yang tinggi, maka setelah selesai acara beliau menemui pak Sukiman untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak. Pak Sukiman menyarankan mas Simon untuk fokus menekuni tanaman kopi, mulai dari perawatan yang benar, pemetikan yang benar, penjemuran yang benar, sampai pembuatan nama produk yang menarik supaya laku dijual.

Sesampainya dirumah setelah pelatihan kopi, mas Simon langsung menuju kebun kopi dan melakukan petik merah, mengingat saat itu bulan Agustus dan masih ada beberapa biji kopi yang belum dipanen. Setelah itu biji kopi tersebut ia jemur dan selanjutnya siap untuk di sangrai.

Penjemuran Biji Kopi dari Mas Simon
Penjemuran Biji Kopi dari Mas Simon

Berhubung tidak memiliki mesin roasting, maka mas Simon mengunjungi beberapa roaster kopi untuk menggorengkan biji kopinya. Waktu itu mas Simon harus berpindah dari satu roaster kopi ke roaster kopi lainnya untuk menemukan kualitas yang baik dan harga yang cocok. 

Baca Juga : Seputar Roasting Kopi

Hasil roast bean dari mas Simon tidak langsung dijual, tetapi dia bagikan kepada orang – orang terdekat dan beberapa senior kopi di lingkungan kecamatan Jambu Ambarawa serta ke perangkat desa sampai kecamatan. Kemudian pak camat yang menjabat waktu itu menemui mas Simon dan berkata “Mas kopimu enak, tolong kopinya dikasih merek supaya orang pada tahu”. Benar juga, guman mas Simon. Kopi Gayeng adalah nama yang beliau pilih setelah beberapa hari memikirkan nama yang bagus.

Beberapa hari kemudian mas Simon mendapat telepon dari mbah Hadi Pramono yang merupakan senior kopi yang disegani di daerah ini untuk bermain kerumahnya. Diruman mbah Hadi Pramono, mas Simon mendapat petuah untuk terus mengembangkan kopinya, karena memiliki potensi yang besar.

Mendapat dukungan dari beberapa teman dan para sesepuh untuk fokus mengelola kopi membuat mas Simon semakin bersemangat. Pada bulan September 2019 mas Simon mendapat undangan untuk mengikuti pameran hasil tani di Soropadan, Pringsurat. 

Ketika pertama masuk ke pameran di Soropadan mas Simon merasa minder, karena banyak sekali stan kopi dari beberapa nama besar di Jawa tengah ditata menyerupai coffee shop, sedangkan ia hanya membawa kopi saja. Kemudian beliau mengunjungi panitia untuk meminjam meja untuk display.

Siapa sangka mas Simon yang tanpa persiapan sama sekali menjadi stan kopi paling ramai di acara tersebut, bahkan para pengunjung bergerombol sampai menghalangi stan di samping kanan kirinya. Di hari kedua pameran mas Simon datang terlambat dan ternyata sudah ada beberapa orang yang menunggu di stan nya. Hanya dalam waktu dua jam saja kopi yang ia bawa habis terjual.

Karena dagangan sudah habis, maka mas Simon memutuskan untuk jalan berkeliling melihat beberapa stan yang ada. Mas Simon berhenti di depan stan kopi milik mbah Hadi Pramono dan langsung mendapat wejangan. “Benar kataku kemarin kan ? kopi mu itu memiliki potensi yang besar, mulai sekarang kamu harus fokus mengelola tanaman kopi milikmu, jika dalam proses mengelola kopi ada yang tidak tahu, bisa datang langsung ke saya, Seratus persen saya mendukungmu”. 

Perjuangan yang tidak mudah, proses belajar yang panjang, serta dukungan dari orang sekitar membuat Mas Simon sukses mengelola kopi di desa Genting, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang. Mungkin beberapa dari kalian ada yang bertanya mengapa harga kopi sekarang mahal ? Luangkan sedikit waktu untuk mengunjungi petani kopi seperti mas Simon untuk menemukan jawabannya. 

Sekian kisah dari salah satu petani kopi, semoga bermanfaat dan menginspirasi. Salam rahayu.

Baca Juga : Petani Kopi Millennial dari Dusun Gertas, Lereng Kelir

Peta Jalan Petani Kopi Simon Gayeng
Peta Jalan Petani Kopi Simon Gayeng

Kopi Simon Gayeng

Tempak, Genting, Jambu, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah 50271

Kontak: 0812-2859-3726
Instagram: @simongayeng

Continue Reading

Khamidin, Petani Kopi Millenial Lereng Kelir Dusun Gertas

Pada perjalanan sebelumnya kami bertemu pak Sus, untuk ngobrol banyak soal kebun kopi di  Lereng Kelir, Dusun Gertas, Kelurahan Brongkol, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang. Kali ini kami akan menemui petani millennial, mas Khamidin namanya. Pemuda kelahiran 12 Januari 1989 ini merupakan petani kopi muda di Dusun Gertas.

Perkebunan Kopi Lereng Kelir Dusun Gertas
Perkebunan Kopi Lereng Kelir Dusun Gertas

Kami bertemu mas Khamidin yang saat itu sedang berada di kebun kopinya. Melihat pohon kopi yang sudah berbuah, kamipun mengawali perbincangan kami. “Kira-kira kapan ini mas panen raya?”, ” Sekitar Bulan Agustus mas”, jawab beliau. Sedikit cerita, awal kami bertemu mas Khamidin sudah sekitar 2 tahun lalu. Saat itu beliau sudah menggeluti perkebunan kopi, dan sekarang pun masih.

Hal ini menggelitik kami untuk bertanya, “Kenapa mas, masih muda kok mau menjadi petani?“. Beliau kemudian berujar, “Kita meneruskan dari generasi sebelumnya, yang muda harus berani berinovasi. Kita juga sudah punya kekayaan alam yang melimpah, kita yang muda lebih gesit dan punya wawasan lebih.” Dari segi geografis tanah di Lereng Kelir termasuk subur, ditambah adanya kebun kopi yang sudah turun temurun dari jaman dulu.

Dengarkan kisah ini di Spotify

Mas Khamidin sudah menjadi petani dari tahun 2010, kurang lebih 11 tahun beliau bergelut menjadi petani. Banyak suka dan duka tentu saja menjalani profesi tersebut, di mana banyak anak muda seumuran beliau yang memilih merantau ke luar kota. Beliau mengatakan, “Pekerjaan sebagai petani bukanlah hal yang memalukan, asik malah, dimana kita akan menemui banyak teman, terutama sekarang dengan perkembangan kopi, banyak orang ingin tahu dan banyak belajar tentang kopi.”

Seperti yang sudah kita ketahui sebelumnya, dusun Gertas, Lereng Kelir merupakan penghasil kopi robusta. Begitu juga di kebun kopi mas Khamidin, yang ditanami kopi robusta. Kebun kopi mas Khamidin mulai ditanam baru sekitar tahun 1999. Ada cerita menarik di tempat kita ngobrol sekarang, yang merupakan kebun kopi. Ternyata dulu, di sini merupakan rumah orang tua mas Khamidin, beliau lahir dan menghabiskan masa kecil di tempat ini, sebelum akhirnya pindah dan dialih fungsikan menjadi kebun kopi. 

Baca juga: Kebun Kopi Lereng Kelir, Perkebunan Kopi Robusta Penghasil Java Mocha

Selama kurang lebih 11 tahun menggeluti tanaman kopi, beliau juga bercerita soal hama atau penyakit tanaman kopi yang pernah menjangkiti. Menurut beliau hama yang paling ditakuti oleh para petani merupakan penggerek batang. Merupakan jamur yang menempel di batang atau dahan kopi dan bisa menyebar dan mudah menularkan ke pohon di sebelahnya. Efeknya membuat pertumbuhan kurang bagus, dan akhirnya berdampak hasil panen yang kurang maksimal. Cara menanggulangi jamur ini biasanya batang yang sudah terkena jamur akan dipotong dan dibakar.

Mas Khamidin menggunakan teknik tumpang sari di kebunnya. Jadi selain kopi, beliau juga menanam pohon lain di sela-selanya. Pohon yang ditanam adalah pohon durian, ada durian lokal juga ada durian yang terkenal cukup mahal, Musang King. Jadi selain berfungsi sebagai peneduh juga bisa menambah penghasilan jika waktunya panen nanti.

Sani dan Khamidin Petani Kopi Lereng Kelir Dusun Gertas
Sani (LUDEN) dan Khamidin Petani Kopi Lereng Kelir Dusun Gertas

Menyinggung soal berkembang pesatnya pertumbuhan coffee shop, beliau berpendapat, “Memang lagi trend-nya atau gaya hidup, anak-anak muda sekarang ngumpul, sambil ngopi. Hal ini tentu saja menguntungkan bagi kami para petani kopi, dengan pertumbuhan coffee shop.”

Ada saran menarik yang diutarakan mas Khamidin, “Jangan pernah menganggap remeh kopi robusta. Apalagi di kawasan Gertas ini kami mengolah kopi layaknya bayi yang baru lahir dan kita rawat sedemikian rupa.” Seperti kita tahu, peminat kopi robusta memang tidak sebanyak kopi arabika. Bahkan ada yang menganggap remeh apa itu kopi robusta. Tapi apapun biji kopinya kami yakin semua petani menanam, merawat dan mengolah kopi mereka dengan hati.

Untuk fase pohon kopi, beliau bercerita chery kopi diawali dari bunga, kemudian berbuah menjadi biji kecil. Setelah itu menunggu sekitar 4-5 bulan, tinggal menunggu buah itu kencang dan nantinya matang sempurna, ditandai dengan warna merah pada cherry kopi. Jadi ingat kan apa yang dikatakan pak Sus tempo hari, “Petik merah menjadi harga mati”.

Khamidin: Lahir di Kebun Kopi dan Tumbuh Besar Menjadi Seorang Petani Kopi

Menutup perbincangan dengan beliau, kami berpamitan menuju kedai yang dikelola para pemuda dusun Gertas. Selain menjadi penghasil kopi robusta yang sudah cukup ternama, dusun Gertas juga memiliki kedai kopi. Kita akan bahas kedai kopi ini di artikel selanjutnya.

Baca juga: Kedai Kopi Hillside Cafe Lereng Kelir, Sensasi Ngopi di Lereng Pegunungan

Terima kasih mas Khamidin, sehat selalu dan semoga panen raya Agustus nanti hasilnya memuaskan. Salam rahayu.

Peta Jalan Kebun Kopi Lereng Kelir
Peta Jalan Kebun Kopi Lereng Kelir

Kebun Kopi Lereng Kelir

Jl. Ke Dusun Gertas, Gertas, Kel. Brongkol, Kec. Jambu, Kab. Semarang, Jawa Tengah 50663

Kontak: 0857-4096-2399 (Khamidin)
Facebook: Khamidin

Continue Reading