Hendro Teguh Prastowo, Berawal Dari Hobi Menjadi Kedai Kopi

Sederhana, ramah dan berilmu adalah deskripsi yang bisa menggambarkan HENDRO TEGUH PRASTOWO pemilik dari kedai kopi Gubuk Pentjeng (Penceng). Duduk berdua bersama beliau sambil menyeruput kopi adalah kesempatan spesial buat saya. Pria asli Solo ini mulai hijrah ke Ambarawa ketika kelas tiga SD dan menetap di Ambarawa sampai sekarang.

Tanpa basa-basi saya melontarkan pertanyaan kepada beliau, “Mas awal mulanya Gubuk Pentjeng itu gimana?” Mulailah dia bercerita. Pada suatu hari beliau membangun sebuah rumah di Ambarawa dengan konsep yang dia suka yaitu klasik serta penuh dengan tanaman hijau yang mana pada saat itu tren desain bangunan condong ke minimalist modern. Beliau memilih konsep tersebut karena memang suka dan ingin tampil berbeda.

Baca juga: Menyeduh Kopi Di Rumah Dikala Pandemi COVID-19

Rumah tersebut berada di salah satu desa di Ambarawa, karena tinggal di kampung pasti sering ada acara rutin seperti kumpulan RT, RW, pengajian dan lain-lainnya. Suatu ketika rumah beliau mendapatkan jatah untuk menjadi tuan rumah di beberapa acara rutin di kampung. Menyadari rumahnya tidak cukup untuk menampung tamu, kerabat dan teman-temannya akhirnya beliau membangun joglo berukuran 5 x 6 meter. 

Joglo yang dia bangun benar-benar menjadi solusi karena mampu menampung banyak tamu, teman dan kerabat yang berkunjung ke tempatnya. Semula berjalan lancar sampai beliau menyadari ketika akan menyuguhkan atau membuat minuman untuk tamu yang datang harus bolak-balik kerumah. Munculah ide cemerlang dari seorang Hendro Teguh yang mana ia berinisiatif membuat dapur kecil di dekat joglo tersebut.

Dengarkan kisah ini di Spotify

Seiring berjalannya waktu, beliau menambah koleksi barang-barang klasiknya dan ditaruh di sekitar joglo. Mas wowok, panggilan akrab beliau mempunyai hobi mengoleksi barang-barang klasik sejak tahun 2016. Berawal dari joglo dan dapur kecil merembet sampai ke toilet, tempat sholat dan lain-lainnya. Pastinya bukan tanpa alasan, karena semua fasilitas tersebut sangat berguna untuk teman dan kerabat yang berkunjung ke tempatnya.

Hampir setiap hari beliau berada di situ untuk menikmati kesunyian dan ketenangan tempat tersebut, memang benar konsep dan penataan yang beliau lakukan sangat tepat sehingga memberi kenyamanan dan ketentraman kepada orang yang berada di situ. Beliau sangat suka dan puas dengan apa yang telah dia buat.

Sekitar Februari 2019 ada seorang teman menyarankan untuk membuka kedai kopi karena beliau memiliki tempat yang sangat nyaman. Awalnya ragu dan menolak, kemudian temannya bilang, “kamu itu egois, memiliki tempat senyaman ini tapi kamu nikmati sendiri, karena semua orang juga berhak menikmati kenyamanan tempat ini”. “Benar juga ya” guman mas Hendro. Akhirnya tidak berselang lama  masih di bulan dan tahun yang sama beliau memutuskan untuk membuka kedai kopi dan Mas Hendro sangat puas karena bisa berbagi kesenangannya kepada orang orang lain sampai saat ini.

Baca juga: Kedai Kopi Gubuk Pentjeng, Damai Di Pinggir Sawah Ambarawa

Kemudian saya bertanya lagi, Mas, kalau untuk nama Gubuk Pentjeng sendiri artinya apa ? Karena buat saya kosakata tersebut sangat unik dan mengena. Sambil tersenyum beliau menjawab, pada suatu malam di tempat tersebut mas Hendro memandang langit Ambarawa yang cerah yang bertabur bintang. Gubuk Pentjeng adalah rasi bintang, beliau berharap Gubuk Pentjeng bisa menjadi tempat untuk berbagi kenyamanan dan ketentraman. 

Intinya beliau mempunyai selera yang ia tuangkan di Gubuk Pentjeng dan ingin membagikan kepada semua yang singgah ke Gubuk Pentjeng. “Mas, saya bisa merasakan ketentraman tersebut” ucap saya dan beliau terbahak-bahak. 

Di penghujung obrolan mas Hendro memberikan saran kepada saya dan teman-teman semua yang ingin membuka bisnis kedai kopi di era pandemi seperti ini. Beliau berpesan lakukanlah riset terlebih dahulu, riset di sini sangat luas, mulai dari lokasi, konsep tempat, target dan kemampuan keuangan. Jangan karena tren semata menjadikan kita gegabah untuk memulainya, karena banyak sekali lini yang perlu diperhatikan dalam membuat atau mendirikan sebuah kedai kopi.

Figur: Hendro Teguh Prastowo, Kedai Kopi Gubuk Pentjeng Ambarawa

Saya mewakili tim Luden sangat berterima kasih kepada mas Hendro yang sudah menyempatkan waktu untuk bisa berbagi ilmu, tidak hanya tentang kopi, tetapi semuanya. Sehat selalu mas Hendro dan sukses selalu Gubuk Pentjeng

Nantikan perjalan Luden berikutnya. Salam rahayu.

Continue Reading

4 Jenis Tanaman Kopi Di Indonesia dan Perbedaannya

Saat ini menyeduh kopi sudah menjadi bagian dari gaya hidup, mulai dari kaum milenial sampai orang tua serta dari masyarakat desa sampai kota-kota besar menikmati secangkir kopi.  Indonesia merupakan salah satu penghasil kopi terbaik di dunia dengan berbagai jenis tanaman kopi yang bervariatif, mulai dari tanah Aceh Gayo sampai Papua Wamena memiliki jenis dan karakternya tersendiri, mengingat geografis yang berbeda-beda mulai dari ketinggian, jenis tanah, dan kelembaban. Ada 4 jenis tanaman kopi di Indonesia yang kamu perlu tahu.

Baca juga: Sejarah Masuknya Kopi di Indonesia

Kopi Arabika

Coffea arabica adalah nama ilmiah dari jenis tanaman ini. Pohon kopi jenis ini memiliki daun yang kecil dan halus serta biji buah yang lebih besar dari kopi robusta. Ketinggian tanam kopi arabika agar bisa tumbuh dan berbuah dengan baik berkisar di 1.300-1.700 mdpl, dengan suhu sekitar 18⁰-23⁰ C.

Jenis Biji Kopi Arabika
Jenis Biji Kopi Arabika. Sumber: unsplash.com

Kopi arabika rentan akan penyakit karat daun Hemileia vastatrix jika tidak ditanam sesuai dengan minimal ketinggiannya. Bisa dikatakan kopi arabika merupakan tanaman kopi yang paling sulit untuk dibudidayakan dibanding jenis kopi yang lain. Untuk kadar kafeinnya, kopi arabika memiliki kadar yang lebih kecil dari jenis kopi lain.

Kopi ini juga memiliki sensasi rasa asam dan juga fruity, bisa dikatakan kaya rasa, jadi yang ingin menikmati kopi tanpa rasa yang tidak terlalu pahit, kopi arabika bisa menjadi pilihan. Di Indonesia sendiri kopi arabika tersebar di berbagai daerah di penjuru nusantara, seperti Gayo (Aceh), Malabar (Jawa Barat), Toraja, Flores, Papua, Kintamani (Bali), dll.

Baca juga: Mengenal Apa Itu Kopi Lanang Atau Peaberry

Persentase produksi kopi arabika di Indonesia berkisar 25-30% dari total produksi kopi nasional per tahun, dan 60-65% dari hasil tersebut ditujukan untuk ekspor ke beberapa negara. Di seluruh dunia sendiri permintaan kopi arabika paling tinggi, yaitu sekitar 60%. Jadi bisa dikatakan  kopi arabika merupakan primadona untuk penikmat kopi di seluruh dunia. 

Kopi Robusta

Nama kopi robusta diambil dari kata bahasa Inggris yaitu robust berarti kuat, serta nama ilmiahnya adalah Coffea canephora. Bentuk biji yang lebih kecil dan bulat daripada arabika menjadi ciri dari jenis kopi ini. Kopi robusta akan tumbuh dan berbuah dengan baik jika ditanam di ketinggian 400-700 mdpl, dengan suhu sekitar 21⁰-23⁰ C.

Jenis Biji Kopi Robusta
Jenis Biji Kopi Robusta. Sumber: unsplash.com

Penanamannya pun tidak terlalu sulit karena tidak memerlukan medan yang terlalu tinggi, serta untuk panen juga lebih cepat dari kopi arabika. Kadar kafein kopi robusta paling tinggi jika dibanding jenis kopi lain. Rasa kopi robusta sendiri cenderung pahit, ditambah gula atau krimer kental manis bisa menjadi pilihan saat menyeduh kopi ini.

Baca juga: Mengenal Bermacam Proses Pengolahan Pasca Panen Kopi

Persebaran kopi robusta di Indonesia lebih luas dibanding arabika, daerah penghasil kopi robusta yang terkenal antara lain dari Lampung dan Temanggung. Dengan persebaran yang luas tersebut, tidak memungkiri kopi robusta memiliki nilai produksi nasional terbesar, yaitu sebesar 70-75% per tahunnya, sedangkan permintaan kopi robusta di seluruh dunia berada satu tingkat di bawah kopi arabika.

Kopi Liberika

Kopi yang berasal dari Liberia ini memiliki nama ilmiah Coffea liberica. Banyak orang yang tidak tahu jenis kopi ini, karena biasanya hanya tahu arabika dan robusta. Berbeda dari jenis kopi sebelumnya, biji kopi liberika mempunyai ukuran yang lebih besar serta bentuknya bulat dan lonjong.

Jenis Biji Kopi Liberika
Jenis Biji Kopi Liberika. Sumber: Casa Liberica

Kopi ini biasanya tumbuh di ketinggian 400 sampai 600 mdpl, tetapi ada juga yang bisa tumbuh di ketinggian 1.200 mdpl. Jenis kopi ini kurang diminati untuk dibudidayakan karena selain permintaannya sedikit, kopi ini hanya memiliki berat kering tak lebih dari 10% berat basahnya.

Tentu saja hal ini kurang begitu menguntungkan bagi para petani. Karakter kopi ini memiliki cita rasa seperti robusta, tetapi kadar kafein kopi ini paling rendah dibanding yang lain. Meskipun peminatnya sedikit, jenis kopi ini masih bisa ditemui di daerah Jember, Jambi dan Kuala Tungkal.

Baca juga: Roasting Kopi: Proses Penting dalam Menentukan Cita Rasa Kopi

Kopi Excelsa

Kopi yang nama ilmiahnya masih diperdebatkan, ada yang menyebutnya Coffea excelsa (Auguste Chevalier), kemudian oleh Emile De Wildeman dan Theophile Durand disebut Coffea dewevrei, dan terakhir disebut oleh para ahli  Coffea liberica var. excels, hal ini karena kopi excelsa adalah variasi dari kopi liberika.

Jenis Biji Kopi Excelsa
Jenis Biji Kopi Excelsa. Sumber: Fair Trade Communities

Sama seperti kopi liberika, kopi excelsa pun tidak banyak diproduksi karena kalah saing dengan kopi arabika dan kopi robusta. Jenis kopi ini akan tumbuh ideal di ketinggian 0-750 mdpl, sesuai iklim tropis dan curah hujan sedang.

Karakter rasa kopi ini cenderung asam saat meminumnya, terkadang juga ada sensasi alkohol, tetapi juga disertai rasa gurih. Daerah di Indonesia yang membudidayakan excelsa tidak banyak, tetapi kita masih bisa menemuinya di daerah Wonosalam dan Temanggung.

Baca juga: Varietas Kopi Populer Di Dunia

Dari keempat jenis tanaman kopi yang kami jelaskan secara singkat di atas, tentunya kembali kepada anda, untuk memilih kopi seperti apa yang ingin anda seduh. Jika anda penggemar robusta, tidak ada salahnya untuk mencicipi kopi arabika ataupun liberika dan excelsa. Siapa tahu justru anda menemukan sensasi tersendiri. Ataukah anda malah penggemar semuanya? mungkin bisa bagikan pengalaman anda di kolom komentar di bawah.

Selalu ikuti informasi terbaru perkembangan dunia kopi bersama LUDEN. Salam rahayu.

Baca juga: Apa itu Specialty Coffee Association dan Asosiasi Kopi Spesial Indonesia

Continue Reading

Kedai Kopi Gubuk Pentjeng, Damai di Pinggir Sawah Ambarawa

Pagi ini sang surya memancarkan cahayanya dengan lembut membuat udara pagi Ambarawa sedikit hangat. Tepat pukul delapan pagi kami sudah berada di sekitar jalan lingkar Ambarawa, jalan yang lapang membelah manis lautan sawah nan hijau, sungguh komposisi alam pagi ini sangat damai.

Langkah kami masuk menuju ke sebuah jalan di samping pom bensin jalan lingkar yang mana kombinasi hijaunya persawahan dengan segarnya udara pagi masih bisa kami nikmati. Kita berhenti tepat di sebuah kedai kopi yang masih tutup tepat di kiri jalan. Gubuk Pentjeng (penceng), itulah kedai kopi yang akan kami singgahi kali ini.

Semalam kami sudah konfirmasi dengan Gubuk Pentjeng via DM instagram dan dipersilahkan datang pagi hari ke kedai meskipun di luar jam operasional. “Kalau pintu masih ditutup langsung masuk saja sambil menikmati pagi di sana”, begitulah sang admin membalas DM kami.

Dari depan pintu gerbang sudah terlihat suasana klasik khas pedesaan di Jawa. Bangunan jawa yang terbuat dari kayu dan beratap genteng tanah liat serta banyak sekali tanaman hijau menjadi bingkainya mencuri perhatian kami. Tanpa pikir panjang kita buka pintu gerbangnya dan masuk, seketika kami berhenti sejenak di area parkir dan dibuat terpukau dengan apa yang kami lihat.

Area parkir di sini cukup luas dan bisa menampung beberapa sepeda motor dan mobil. Kemudian kami berjalan masuk menuju bangunan depan, tepat di samping pintu masuk bangunan depan terdapat sebuah tulisan di papan kayu yang digantungkan di sebuah pohon yang bertuliskan “adhol kopi”, dalam bahasa Indonesia adhol kopi berarti jual kopi, kita datang di tempat yang tepat.

Masuk ke bangunan depan terdapat satu meja dan tiga kursi yang pas di dalam bangunan berukuran 3 x 5 meter ini. Di Sudutnya ada rak buku dengan beberapa koleksi buku bacaan yang menarik, serta di sudut lainnya ada sebuah lukisan dari kanvas serta karya karya seni visual lainnya. Kami tidak heran karena dari profil instagram Gubuk Pentjeng sering sekali mengadakan acara pameran.

Kita keluar dari bangunan depan dan menuju ke bangunan utama, di antara kedua bangunan tersebut ada area outdoor dengan beberapa kursi serta banyak sekali koleksi tanaman daun, bunga dan buah yang ditata sangat serasi. Kami berdiri di tengah bangunan utama dari Gubuk Pentjeng, sebuah bangunan mirip pendopo dengan lantai klasik nya yang berwarna kuning menjulang 4 meter keatas dengan genteng tanah liat sebagai atapnya.

Mata saya berkeliaran menikmati seisi bangunan ini. Di sini terdapat satu set meja kursi model sedan yang sangat lawas dan satu set meja kursi dari rangka besi beralaskan rajutan rotan. Di sudut pertama terdapat sebuah meja kayu yang sangat klasik yang atasnya ada beberapa asbak kayu, kemudian di sudut kedua terdapat lemari kayu yang usianya mungkin sudah tua tapi masih berdiri kokoh, lanjut ke sudut ketiga terdapat sebuah bingkai kayu untuk televisi yang klasik serta di atasnya terdapat tiga buah setrika lawas yang menggunakan bahan bakar arang.

Di atasnya terdapat lampu gantung klasik yang menawan serta di beberapa sudutnya ada kalung untuk kerbau, kalung tersebut terbuat dari kayu yang berbentuk seperti lonceng persegi lima. Dahulu pada leher kerbau dikalungkan lonceng tersebut, sehingga ketika kerbau berjalan maka lonceng tersebut akan berbunyi, bunyinya dihasilkan dari gesekan kayu tersebut.

Dari bangunan utama kita akan menuju bangunan selanjutnya, yaitu bangunan yang di dalamnya ada meja bar untuk meracik kopi dan kita bisa mengobrol banyak dengan baristanya di sana. Dari bangunan utama menuju bangunan bar juga terdapat area outdoor yang lebih luas dari pada yang ada di antara banguna depan dan utama.

Di sini terdapat satu set kursi dan meja yang sangat nyaman serta berbagai macam tanaman yang ditata rapi, bahkan di salah satu sudutnya terdapat koleksi bonsai yang indah. Di sini yang paling memikat buat saya adalah dua buah gentong lepek berisi air dan tanaman teratai yang mengapit sebuah pintu koboi yang tinggi, sungguh seperti pintu masuk ke sebuah kerajaan.

Kita buka pintu tersebut dan menjumpai sebuah meja bar yang terbuat dari kayu menambah kuat konsep jawanya. Di Atas meja bar terdapat beberapa toples roast bean kopi, grinder, timbangan, mesin espresso single yang tertata rapi. Karena belum jam operasional maka tidak ada barista di sini, tapi itu tidak masalah karena bisa menikmati suasana seperti ini sudah membuat kami sangat bahagia. Di bangunan bar juga terdapat koleksi perabot perabot klasik, mulai dari lemari, kursi dan ornamen ornamen lainnya. 

Review: Kedai Kopi Gubuk Pentjeng Ambarawa

Kita lanjut ke belakang, tepat di belakang bangunan bar ada sebuah kolam ikan dan di atasnya ada surau yang diletakkan tepat di atas kolam. Surau adalah kosa kata bahasa jawa yang berarti mushola, jadi buat yang beragama Islam bisa melaksanakan ibadah sholat di sini. Di samping surau terdapat satu set meja dan kursi di ruang outdoor, tempatnya sangat nyaman seperti kita berada di kebun rumah.

Baca juga: Menyeduh Kopi Di Rumah Dikala Pandemi COVID-19

Lanjut ke belakang ada sebuah bangunan yang pintunya terkunci. Bangunan tersebut sangat klasik dan jawa sekali, Bangunan tersebut rencananya akan disewakan buat yang ingin bermalam di sini, karena rencana kedepannya Gubuk Pentjeng tidak hanya menawarkan racikan kopi yang nikmat tetapi juga akan menyewakan vila-vila klasik. 

Di ujung belakang terdapat sebuah kamar mandi, nah ini point yang selalu kami nilai dari sebuah kedai atau resto, karena jika sebuah kedai, coffee shop, dan resto memiliki kamar mandi yang bersih dan terawat pastinya seluruh bangunannya juga akan bersih dan terawat.

Kembali ke toilet dari Gubuk Pentjeng, di sini toiletnya terbuat dari batu bata tanpa finishing dengan pintu koboinya, menariknya toilet ini tidak memiliki atap yang membuat konsep jawa klasiknya semakin kental. Terdapat satu kloset duduk dan secara keseluruhan toilet ini bersih.

Kami sangat senang berkeliling di sini karena konsep bangunanya adalah jawa klasik serta penuh dengan tanaman daun, bunga, dan buah. Sungguh ini tempat yang sangat bisa merilekskan pikiran. Buat teman teman yang biasa tinggal di kota, kami sarankan singgah atau mampir di Gubuk Pentjeng karena tempat ini sangat asri, klasik, dan nyaman sehingga menjadi solusi buat merefreshkan pikiran anda yang kacau karena keruwetan hidup di kota besar.

Baca juga: Hendro Teguh Prastowo, Berawal Dari Hobi Menjadi Kedai Kopi (Gubuk Pentjeng)

Akhirnya kita memilih kursi yang berada di antara bangunan utama dengan bangunan bar, karena tempat ini spot yang menarik untuk kami.

Peta Jalan Kedai Kopi Gubuk Pentjeng Ambarawa
Peta Jalan Kedai Kopi Gubuk Pentjeng

Kedai Kopi Gubuk Pentjeng Ambarawa

Dusun Rejosari, Jl. Rejosari Raya, RT.01/RW.05, Rejosari, Pojoksari, Kec. Ambarawa, Semarang, Jawa Tengah 50614

Hari Buka: Senin – Minggu
Jam Buka: 17.00 WIB – 22.00 WIB
Kontak: 0822-2686-7007 (Hendro Teguh P)
Instagram: @gubukpentjeng

Continue Reading

Sejarah Masuknya Kopi di Indonesia Yang Kamu Wajib Tahu

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kopi terbesar di dunia karena memiliki kualitas yang sangat baik dan diakui dunia. Pastinya kalian penasaran awal mula manusia menemukan kopi untuk dijadikan minuman serta awal masuknya kopi di Indonesia sampai menyebar ke seluruh pelosok negeri. 

Legenda Asal Usul Minuman Kopi

Ada dua legenda besar yang akrab di telinga  para penikmat dan pecinta kopi tentang awal manusia mengenal kopi untuk dijadikan minuman.

Khaldi dan kambingnya

Khaldi dan Kambingnya
Khaldi dan Kambingnya. Sumber: tengkuputeh.com

Legenda ini menceritakan dahulu kala di sekitar tahun 850 di dataran Ethiopia ada seorang pengembara kambing bernama Khaldi. Suatu saat ia melihat kambingnya sangat hiperaktif, mereka melompat kesana kemari seperti menari kegirangan.

Si Khaldi pun tampak heran, setelah diselidiki ternyata kambingnya telah memakan buah berry merah dari sebuah pohon, karena penasaran ia mencicipi buah berry tersebut, alhasil si Khaldi menjadi semangat seperti kambingnya.

Setelah kejadian tersebut si Khaldi menceritakan kepada para biarawan tentang ajaibnya buah berry tersebut, karena penasaran sang biarawan pun mencobanya. Sang biarawan sangat terkejut, setelah mengkonsumsi buah berry ia menjadi sangat berenergi sehingga terjaga sampai malam tanpa mengantuk untuk berdoa.

Buah tersebut pahit tetapi dapat mengusir rasa kantuk, akhirnya biarawan mulai memanggang dan mengolah buah berry tersebut untuk dijadikan minuman penambah energi dan pengusir kantuk.

Baca juga: Mengenal Apa Itu Kopi Lanang Atau Peaberry

Ali Bin Omar al Shadhili

Ali Bin Omar al Shadhili
Ali Bin Omar al Shadhili. Sumber: tengkuputeh.com

Dahulu kala di kota Mocha di Yaman hiduplah seorang tabib yang handal dan ampuh menyembuhkan berbagai macam penyakit dengan menggabungkan metode doa dan medis. Tabib tersebut bernama Ali Bin Omar al Shadhili yang akrab disapa tabib Omar.

Kemahsyurannya tidak disukai oleh para penguasa lokal waktu itu, sehingga mereka menggunakan berbagai cara untuk menjatuhkan dan mengusir tabib Omar dari Mocha. Singkat cerita tabib Omar diusir keluar dari Mocha karena hasutan dan fitnah dari penguasa. Akhirnya tabib Omar pergi keluar dan menjauh dari daerah Mocha, Yaman.

Dalam perjalanannya ia singgah di suatu goa untuk berteduh dan beristirahat. Ia sangat kelaparan dan lelah, kemudian ia menemukan semak yang dipenuhi dengan buah berry. Tanpa pikir panjang dia memakan buah berry tersebut karena ia yakin Tuhan telah memberi jawaban atas lelah dan laparnya.

Tidak disangka ketika memakan buah tersebut sangat pahit, karena tidak kehabisan akal kemudian dia mencoba untuk meminum cairan dari buah tersebut. Tabib Omar sangat terkejut karena minuman itu membuat tubuhnya menjadi segar dan berenergi.

Singkat cerita banyak orang datang ke gua tempat dimana tabib Omar berada untuk menyembuhkan penyakitnya, kemudian tabib Omar menggunakan ramuan biji berry tersebut menjadi obat yang mujarab dan dikenal dengan nama Mocha.

Awal Mula Kopi Masuk di Indonesia

Ada beberapa literatur dan sumber yang menceritakan masuknya kopi di Indonesia. Semua berawal pada sekitar tahun 1696 yang mana pemerintah belanda melalui kongsi dagangnya yang bernama VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie)  membawa bibit tanaman kopi dari Malabar, sebuah kota di India ke pulau Jawa.

Baca juga: Jenis-jenis Tanaman Kopi di Indonesia

Kopi Arabika

Pada tahun 1696 pertama kalinya pemerintah Belanda membawa kopi arabika ke Jawa dan membudidayakannya di daerah Kedawung dekat dengan Batavia tetapi hal tersebut gagal karena gempa bumi dan banjir. Kemudian sekitar tahun 1699 pemerintah Belanda melakukan upaya kedua kalinya mendatangkan stek pohon kopi arabika dari Malabar, India.

Berselang beberapa tahun kemudian, sekitar tahun 1706 sampel kopi yang ditanam di Jawa dikirim ke Amsterdam, Belanda untuk diteliti dan hasilnya sangat mengejutkan karena kopi tersebut memiliki kualitas yang sangat bagus. Bibit tersebut kemudian dikembangkan dan disebarluaskan sampai ke Sumatra, Sulawesi, Bali dan pulau-pulau lainnya.

Saat itu produksi kopi dari Indonesia sangat melimpah dan bisa menguasai pasar kopi dunia, bahkan di Eropa ekspor kopi dari Indonesia mampu mengalahkan ekspor kopi dari Mocha, Yaman.

Kopi Robusta, besar karena bencana

Sekitar tahun 1878 terjadi musibah besar yang memilukan untuk perkebunan kopi di Indonesia, karena hampir semua perkebunan kopi di Indonesia rusak terserang penyakit karat daun, hemileia vastatrix (HV), terutama yang berada di dataran rendah.

Karena melihat potensi besar kopi Indonesia di pasar Eropa membuat pemerintah Belanda berpikir cepat untuk menanggulanginya, sehingga didatangkanlah spesies kopi liberika yang diperkirakan lebih kuat dari penyakit karat daun.

Sebenarnya kopi liberika memiliki nilai jual yang sama di Eropa, tetapi nasib naas juga dialami tanaman kopi liberika di Indonesia yang ternyata tanaman kopi liberika juga tidak tahan dengan serangan hama karat daun. Akhirnya pada tahun 1907 Belanda membawa spesies lain yaitu kopi robusta dan berhasil sampai sekarang ini.

Setelah kemerdekaan Indonesia, semua perkebunan kopi di Indonesia beralih tangan dan bukan milik Belanda lagi sehingga menjadikan Belanda bukan pemasok kopi lagi. Secara perlahan Indonesia mulai memegang sendiri perkebunan kopi eks pemerintah kolonial Belanda dan kita harus bangga karena sampai saat ini Indonesia menjadi negara besar penghasil kopi di dunia yang bersaing dengan Brazil, Vietnam serta Colombia.

Baca juga: Varietas Kopi Yang Populer Di Dunia

Ada beberapa daerah penghasil kopi di Indonesia yang terkenal sejak dulu, seperti Aceh Gayo, Sumatra Mandheling, Toraja Kalosi, Bali Kintamani, Jawa Preanger dan lain-lainnya. Untuk penghasil kopi robusta terbaik ada dari Lampung, Temanggung, dan beberapa daerah lainnya.

Tidak lupa Indonesia juga terkenal dengan kopi luwak, kopi yang pernah menyandang kopi termahal di dunia, bahkan sekarang harganya masih bersaing dengan beberapa kopi terbaik dari seluruh dunia. Dengan berkembangnya zaman dan teknologi serta mulai meleknya generasi muda untuk mengolah kopi membuat Indonesia memiliki lebih banyak variatif hasil kopi dari berbagai daerah.

Baca juga: Bermacam Proses Pengolahan Pasca Panen Kopi

Continue Reading